Total Tayangan Halaman

Selasa, 30 Oktober 2012

Hydrocracking Process (Part 2)

Reaksi Hydrocracking
Reaksi hydrocracking mengubah umpan fraksi berat menjadi produk dengan berat molekul yang lebih ringan dengan disertai  penghilangan sulfur dan nitrogen serta penjenuhan senyawa olefin dan aromatik. Sulfur organik diubah menjadi senyawa H2S sedangkan senyawa nitrogen diubah menjadi NH3 dan senyawa oksigen (tidak selalu ada) diubah menjadi H2O. Reaksi pada hydrocracking dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: reaksi yang diharapkan dan reaksi yang tidak diharapkan.

Reaksi yang diharapkan di sini meliputi treating, penjenuhan, dan reaksi cracking. Reaksi yang tidak diharapkan adalah terjadinya keracunan katalisator oleh kontaminan (impurities) dalam bentuk reaksi coking pada katalisator.

Terdapat dua tipe reaksi yang terjadi pada unit hydrocracking, yakni treating (disebut juga pre-treating) dan cracking (disebut juga hydrocracking). Reaksi cracking membutuhkan katalis dual fungsi (bi-functional catalyst) yang mengkatalisis dua jenis reaksi, yakni cracking dan hidrogenasi (penjenuhan).

Reaksi Treating
Reaksi treating yang terjadi pada unit hydrocracking antara lain reaksi penghilangan sulfur, nitrogen, senyawa organo-metallic, oksigen, dan juga senyawa halida. Senyawa sulfur, nitrogen, dan oksigen merupakan tiga senyawa yang selalu ada dalam umpan unit hydrocracking. Kadarnya beragam, tergantung pada sumber dan jenis feedstock. Senyawa lainnya tidak selalu ada dalam umpan unit hydrocracking.
Secara umum, konsumsi hidrogen untuk reaksi treating dapat dilihat pada tabel berikut ini.




Reaksi hidrodesulfurisasi terjadi dengan penghilangan sulfur yang diikuti dengan reaksi penjenuhan senyawa olefin yang terbentuk. Berikut ini adalah contoh reaksi hidrodesulfurisasi.

Reaksi denitrogenasi terjadi dengan pola yang berbeda. Mekasnisme hidrodenitrogenasi bermula dengan reaksi penjenuhan aromatik diikuti dengan hidrogenolisis dan diakhiri dengan denitrogenasi. Berikut ini adalah contoh beberapa mekanisme hidrodenitrogenasi.



Reaksi Cracking
Reaksi hydrocracking berlangsung dengan mekanisme bi-functional. Mekanisme bi-functional membutuhkan dua tipe sisi katalis yang berbeda guna mengkatalisis tahapan reaksi yang terpisah dalam suatu rangkaian reaksi. Dua fungsi yang dimaksud adalah fungsi asam yang mengkatalisis reaksi cracking dan isomerisasi serta fungsi logam yang mengkatalisis reaksi pembentukan olefin dan hidrogenasi. Reaksi cracking membutuhkan panas sedangkan reaksi hidrogenasi menghasilkan panas. Secara keseluruhan, reaksi hydrocracking menghasilkan panas. Sebagaimana pada reaksi treating, reaksi hydrocracking juga merupakan fungsi dari konsumsi hidrogen, artinya semakin banyak konsumsi hidrogen, maka akan semakin eksotermis reaksi yang terjadi.

Konsumsi hidrogen pada reaksi hydrocracking secara umum (termasuk pre-treating) adalah 1200 - 2400 SCFB/wt% dengan perubahan sebesar 200 – 420 Nm3/m3 tiap %wt perubahan kapasitas umpan. Panas yang dihasilkan dari reaksi antara 50 – 100 Btu/SCF H2 atau jika dinyatakan dalam kenaikan temperatur adalah sebesar 0,065oF/SCF hidrogen yang dikonsumsi (0,006oC/Nm3/m3 H2).

Secara umum, reaksi hydrocracking dimulai dengan pembentukan olefin atau siklo-olefin pada sisi logam katalis. Selanjutnya sisi asam akan menambahkan proton pada olefin atau siklo-olefin tersebut untuk menghasilkan ion carbonium. Ion carbonium tersebut akan terrengkah menjadi ion carbonium yang lebih kecil dan senyawa olefin yang lebih kecil. Produk tersebut merupakan produk utama hydrocracking. Proses terminasi pada reaksi hydrocracking terjadi dengan reaksi penjenuhan senyawa olefin pada sisi logam katalisator. Berikut ini adalah tahapan reaksi pada rangkaian reaksi hydrocracking terhadap suatu senyawa n-parafin.





Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa pada awal reaksi hydrocracking terbentuk senyawa olefin yang dikatalisis oleh sisi logam. Kemudian olefin tersebut diubah menjadi ion carbonium. Ion carbonium tersebut terisomerisasi menjadi ion carbonium tersier yang lebih stabil. Selanjutnya terjadi perengkahan ion carbonium tersebut pada ikatan pada posisi β terhadap muatan ion carbonium tersebut. Posisi β merupakan ikatan kedua dari muatan ion. Ion carbonium dapat bereaksi dengan olefin untuk mentransferkan muatan dari satu fragmen ke fragmen lainnya. Dengan cara ini muatan dapat ditransfer dari senyawa hidrokarbon rantai pendek ke senyawa hidrokarbon rantai lebih panjang yang dapat mengakomodasi muatan dengan lebih baik. Akhirnya, reaksi penjenuhan terhadap olefin terjadi pada sisi logam katalisator.

Reaksi hydrocracking merupakan reaksi yang selektif terhadap parafin dengan jumlah atom karbon yang banyak. Hal ini terjadi dalam rangka mencapai kesetimbangan untuk membentuk olefin dengan jumlah atom karbon yang banyak. Di samping itu, parafin dengan jumlah atom karbon lebih banyak dapat mengadsorb lebih kuat. Ion carbonium intermedia menyebabkan isomerisasi yang berlebih pada produk reaksi khususnya pada α-metil isomer. Hal ini karena ion carbonium tersier lebih stabil. Oleh karena itu, produksi C1 dan C3 rendah karena produksi gas hidrokarbon tersebut terjadi ketika terbentuknya ion carbonium primer dan sekunder yang sebenarnya kurang dikehendaki. Senyawa-senyawa lain seperti alkil-naften, alkil-aromat, dan lain sebagainya bereaksi dengan mekanisme serupa melalui reaksi pembentukan ion carbonium.
Berikut ini adalah data termodinamika dari beberapa reaksi utama pada proses hydrocracking.




Di samping reaksi-reaksi tersebut, selama reaksi hydrocracking terjadi pula beberapa reaksi penting lainnya antara lain penjenuhan aromat, pembentukan polynuclear aromatics (PNA) dan pembentukan coke. Reaksi penjenuhan aromat terjadi pada seksi treating dan sebagian terjadi pada seksi cracking. Reaksi penjenuhan aromat ini merupakan satu-satunya reaksi dalam hydrocracking yang dibatasi kesetimbangannya ketika temperatur yang lebih tinggi sudah tercapai. Hal ini berkaitan dengan usia katalisator. Karena pembatasan kesetimbangan inilah, reaksi penjenuhan aromat yang sempurna tidak dapat tercapai karena peningkatan temperatur yang dibutuhkan dapat memperpendek usia katalisator. Karena hal itulah, terbentuk coke dan pengendapan (deposition). Reaksi coking akan dibahas secara lengkap pada kesempatan berikutnya. Sedangkan untuk reaksi pembentukan HPNA dapat dilihat pada postingan sebelumnya.


Referensi:
David S. J. “Stan” Jones and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing, Netherland: Springer


Hydrocracking Process (Part 1)




0 komentar :

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management