Total Tayangan Halaman

Rabu, 07 November 2012

Berpikir Positif, Harus!

Hukum Tarik-Menarik (The Law of Attraction), mungkin sudah sering kita dengar bahkan sejak duduk di bangku SD. Jika kita ditanya, apa contoh aplikasi hukum tarik-menarik tersebut, untuk pertama kalinya mendengar pertanyaan tersebut, saya akan langsung teringat pada magnet. Pada dua buah magnet, akan berlaku hukum tarik-menarik jika kedua kutub yang berdekatan berbeda jenisnya, namun akan tolak-menolak jika kutubnya sama. Mungkin hampir serupa dengan contoh yang dulu pernah terpikir oleh saya, tetapi ternyata aplikasinya sangat luas dalam kehidupan kita.

Hukum tarik-menarik di sini merupakan hukum yang menyatakan bahwa, "Sesuatu akan menarik dirinya segala hal yang satu sifat dengannya"(1). Melalui hukum ini pulalah dapat dijelaskan mengapa seseorang cenderung senang berkumpul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama. Akan sulit bagi saya untuk menjelaskan hal-hal fundamental mengenai hukum ini. Menurut pemahaman saya, setelah membaca buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu, kita akan mendapatkan apa yang kita pikirkan, meskipun terkadang hal itu bukanlah yang kita inginkan. Kenapa demikian?

Pada dasarnya, segala sesuatu yang ada di alam ini terdiri atas quanta-quanta yang saling bergetar satu sama lain. Quanta merupakan bagian terkecil suatu benda. Begitu juga dengan manusia, terdiri atas sistem organ, lebih kecil lagi organ, kemudian jaringan, sel, organel, molekul, atom-atom, partikel, dan bagian terkecilnya disebut quanta. Quanta tersebut mengeluarkan energi vibrasi. Energi itulah yang menimbulkan sifat, baik yang tampak maupun tak tampak. Suatu mekanisme yang terjadi pada contoh kasus hukum tarik-menarik tadi adalah bahwa quanta dari tubuh kita mengeluarkan getaran setiap saat. Getaran yang timbul saat kita merasa sedih akan berbeda ketika kita merasa senang. Sementara quanta lain yang ada di sekitar kita, di alam ini juga mengeluarkan getaran dan akan terjadi interaksi antara getaran yang sama seperti semacam resonansi. Nah, ketika quanta dari perasaan kita mengeluarkan getaran kegembiraan, maka quanta alam yang memiliki getaran yang sama (kegembiraan) akan merespon getaran yang dikirim oleh quanta kita. Dengan kata lain ketika kita mengirimkan getaran kegembiraan, getaran kegembiraan yang ada di alam akan mengirimkan suatu "feed back" kepada kita. Alhasil kita akan mendapatkan kegembiraan yang mungkin sama sekali tidak kita duga. Begitu juga bila kita mengirimkan getaran kesedihan atau kekhawatiran, maka yang akan kita dapatkan dari alam adalah rasa kesedihan dan kekhawatiran pula.

Lebih mendalam lagi, kata-kata bersifat magnetis. Ucapan adalah doa, begitulah ungkapan yang pernah saya dengar dari orang tua saya. Sesuai mekanisme getaran quanta yang menyebabkan terjadinya hukum tarik-menarik tadi, kata-kata yang kita ucapkan juga akan "menarik" kondisi sesuai dengan apa yang kita ucapkan atau pikirkan. Maka dari itu, hindarilah mengeluh. Ketika mengeluh, Anda mengeluarkan getaran negatif ke alam semesta yang kemudian menarik hal-hal negatif ke dalam hidup Anda. Jadi sama-sama kita berkata, sama-sama kita berpikir, kenapa tidak kita pikirkan hal-hal yang positif, sehingga kita mendapatkan hal yang bersifat positif pula.

Sebuah anggapan yang mungkin sudah banyak mengakar dalam benak kita. Orang kaya yang makin kaya, orang miskin yang makin miskin. Kenapa bisa terjadi demikian? Orang kaya yang pikirannya dipenuhi oleh segala kekayaannya, terlebih lagi jika orang kaya itu orang yang ahli syukur maka secara otomatis, hukum tarik-menarik akan melanggengkan kekayaannya. Sementara orang yang miskin terjebak dalam pandangan hidupnya sendiri. "Ah, orang miskin seperti kita akan selamanya miskin," mungkin kita pernah bahkan sering mendengar keluhan seperi itu. Harusnya, setelah kita paham hukum tarik-menarik, kita menghindari berkata seperti itu, bahkan sekedar memikirkannya. Jika quanta kita mengirimkan getaran itu ke alam semesta, maka yang kita dapatkan adalah seperti yang kita pikirkan.

Maka, inilah kesempatan kita, titik tolak kita untuk bangkit membenahi diri. Bangkit dengan motivasi penuh, semangat penuh, dan optimisme penuh. Keyakinan bahwa kita "Bisa" itulah yang kita butuhkan saat ini. Tak perlulah larut dalam kesedihan akibat kegagalan atau kesialan yang kita alami. Mari kita menjadi pribadi yang positif agar kita juga mendapatkan yang positif yang kita inginkan.
Semoga bermanfaat.
(1) Quantum Ikhlas, karya Erbe Sentanu hal. 49

Pembuatan Lube Base Oil (2)

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian pertama, bahwa dalam pembuatan lube base oil dapat dilakukan dengan dua metode proses, yakni dengan metode separasi dan konversi. Kali ini saya ingin review sedikit mengenai proses pembuatan lube base oil konvensional dengan metode separasi.
Pada pemrosesan lube base oil feedstock dengan menggunakan metode separasi, secara umum terdapat 3 tahap proses separasi pada unit penghasil lube base oil, yakni Solvent Refining, Solvent Dewaxing, dan Finishing.

Solvent Refining
Solvent refining merupakan suatu proses pengolahan lube base oil feedstock (bahan baku minyak pelumas) dengan tujuan untuk mengatur Viscosity Index (VI) dan meningkatkan ketahanan lube base oil terhadap oksidasi. Proses yang terjadi adalah solvent extraction yang akan memisahkan komponen minyak yang memiliki VI rendah dan mudah teroksidasi dari komponen minyak yang memiliki VI tinggi dan lebih tahan terhadap oksidasi.

Pada awal perkembangan teknologi di bidang refining, solvent refining ini merupakan salah satu proses yang berkembang sangat pesat khususnya dalam aplikasinya untuk menghasilkan lube base oil dengan VI dan ketahanan terhadap oksidasi yang tinggi. Namun dengan semakin berkembangnya teknologi katalis, solvent refining ini semakin banyak ditinggalkan karena dengan metode konversi yang melibatkan peran katalisator dapat menghasilkan kualitas produk yang lebih baik (API group II dan III) sementara dengan metode separasi hanya mampu menghasilkan produk lube base oil API group I saja.


Gambar di atas menunjukkan beberapa jenis solvent dan struktur molekulnya yang banyak digunakan dalam solvent refining lube base oil. Ada pula proses Duo-Sol yang menggunakan campuran propane-phenol-cresylic acid.



 Pemilihan Solvent


Dalam memilih solvent yang akan digunakan dalam proses solvent refining tentunya harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.
  • Memiliki kelarutan yang tinggi terhadap komponen dengan senyawa aromatics VI rendah dan polyaromatics yang akan diekstrak dari bahan baku lube base oil.
  • Memiliki kelarutan yang rendah terhadap senyawa parafin dan naften yang memiliki VI yang tinggi dan harus terpisah dalam fase raffinate.
  • Memiliki ketahanan terhadap panas dan oksidasi yang baik, sehingga meminimalisasi losses dan terjadinya kontaminasi pada saat digunakan. Pada kasus penggunaan furfural, memang senyawa furfural rentan mengalami oksidasi apabila terpapar pada udara karena kandungan gugus fungsional aldehida-nya, namun sifat senyawa furfural yang lain sangat menunjang proses ekstraksi senyawa aromat dan polyaromat yang dilakukan terhadap bahan baku lube base oil.
  • Memiliki perbedaan densitas yang signifikan antara solvent dan rafinat untuk mengoptimalkan pemisahan antara kedua fase tersebut.
  • Viskositas solvent yang rendah dapat membantu pemisahan fase.
  • Titik lebur solvent yang rendah menjaga solvent agar tidak membeku pada musim dingin.
  • Titik didih solvent yang rendah dapat mengurangi kebutuhan energi dan meningkatkan keberhasilan pemisahan solvent dari senyawa rafinat maupun ekstrak.
  • Tidak beracun dan tidak korosif.
  • Murah.


Mekanisme Solvent Extraction
Proses pemisahan yang terjadi dalam proses ekstraksi berlangsung berdasarkan kelarutan solvent. Senyawa komponen umpan unit ekstraksi yang memiliki kelarutan lebih tinggi terhadap solvent akan larut ke dalam solvent dalam fase ekstrak. Sedangkan komponen umpan yang kelarutannya lebih rendah akan terpisah dalam fase rafinat. Proses kontak antara minyak umpan dengan solvent terjadi pada suatu kolom ekstraktor atau disebut juga Rotating Disc Contactor Column (RDC). Hal ini karena pada beberapa unit ekstraksi digunakan ekstraktor yang memiliki struktur discs yang tersusun dalam sebuah rotor yang digerakkan oleh suatu motor dan struktur stator ring yang terkait pada dinding kolom. Keberadaan struktur RDC dalam kolom ekstraktor tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan waktu kontak sehingga meningkatkan transfer massa yang terjadi selama proses berlangsung. Selain menggunakan RDC, ada pula kolom ekstraktor yang menggunakan sturktur packing maupun baffles.


Terjadinya pemisahan fase ekstrak dan rafinat pada proses ekstraksi terjadi karena adanya peningkatan berat molekul pada fase ekstrak. Hal ini disebabkan oleh larutnya senyawa aromatics dan polyaromatics ke dalam solvent. Viskositas rafinat yang telah terpisah dari komponen aromatics dan polyaromatics tidak mengalami perubahan viskositas yang signifikan sesuai yang diharapkan dalam spesifikasi lube base oil. Untuk perhitungan terkait proses ekstraksi ini insyaallah akan saya review pada kesempatan yang akan datang. Perubahan properties dari fase rafinat dan ekstrak dapat dilihat pada grafik berikut ini.




Typical Simplified Process Flow Diagram for Solvent Extraction Unit


Variabel Proses
Kualitas produk lube base oil yang dihasilkan dari suatu unit solvent extraction ditentukan oleh beberapa variabel proses utama sebagai berikut.

Temperatur Kontak
Temperatur memiliki korelasi positif terhadap kelarutan solvent. Semakin tinggi temperatur, maka kelarutan senyawa aromatics maupun polyaromatics terhadap solvent akan meningkat. Namun di sisi lain hal ini menyebabkan turunnya yield rafinat. Oleh karena itu, pada unit solvent extraction, temperatur operasi dicari pada kondisi optimal yang dibatasi oleh parameter VI dan RI produk serta persen yield. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak kandungan senyawa aromatics maupun polyaromatics yang diekstrak sehingga VI meningkat, RI menurun, namun persen yield juga menurun. Begitu pula sebaliknya.

Solvent to Oil Ratio
Rasio antara solvent dan minyak umpan juga sangat mempengaruhi proses ekstraksi yang terjadi dalam kolom ekstraktor. Selain dengan pertimbangan biaya, meningkatkan rasio solvent terhadap minyak umpan dibatasi dengan kebutuhan yield yang diharapkan. Meskipun secara kualitas, meningkatkan rasio solvent terhadap minyak umpan dapat meningkatkan kelarutan senyawa aromatics dan polyaromatics terhadap solvent sehingga semakin banyak senyawa aromatics dan polyaromatics yang terekstrak dan VI rafinat akan semakin tinggi.

Charge Rate
Laju alir umpan solvent extraction ini juga menjadi penentu proses ekstraksi yang terjadi. Laju alir umpan ini berhubungan dengan waktu kontak antara minyak umpan dengan solvent yang sangat menentukan kualitas proses ekstraksi yang terjadi. Semakin rendah laju alir umpan maka semakin lama waktu kontak yang terjadi antara minyak umpan dengan solvent sehingga proses pemisahan dapat semakin optimal namun konsekuensinya yield produk juga rendah. Begitu pula sebaliknya.

Feed and Products
Berikut ini adalah contoh hasil ekstraksi dari suatu minyak umpan dengan dua solvent yang berbeda.



Umpan unit solvent extraction pada umumnya adalah long residue (bottom product CDU) ataupun hasil distilasi vakum dari long residue. Produk dari unit solvent extraction ini berupa rafinat yang akan diolah pada proses berikutnya, dan ekstrak yang terdiri atas senyawa aromatics dan polyaromatics, biasa digunakan sebagai solvent industri pengolahan karet.

Proses Solvent Dewaxing dan Finishing

Referensi:
Lynch, Thomas R., 2007, Process Chemistry of Lubricant Base Stocks, Boca Raton: CRC Press
KKW AKA I: RU IV's FEU Process Overview
Beberapa Catatan Kuliah AKAMIGAS-STEM


Minggu, 04 November 2012

Fixed Bed Reactor: Basic Design Consideration (Part 1)


Fixed Bed Reactor merupakan suatu reaktor yang mana katalis berdiam di dalam reactor bed. Di dalam reaktor, katalis ditopang oleh suatu struktur catalyst support berupa perforated tray dengan tambahan lapisan inert semacam ceramic balls dengan diameter bervariasi sesuai dengan ukuran partikel katalis baik di sisi terbawah maupun di lapisan teratas bed katalisator.

Secara spesifik, fixed bed reactor yang ada di unit pengolahan minyak bumi dirancang oleh vendor berdasarkan kebutuhan proses. Struktur internal reaktor pun berbeda dari vendor satu dengan lainnya. Karena sifatnya yang sangat spesifik, perancangan reaktor itu sendiri biasanya juga terkait dengan lisensor prosesnya, misalnya perancangan fixed bed reactor untuk Unicracking akan berbeda dengan perancangan fixed bed reactor untuk MSDW Lube Catalytic Dewaxing. Hal ini terkait dengan kebutuhan proses, terutama terkait dengan kebutuhan katalis yang sangat spesifik tergantung pada vendornya masing-masing. Meskipun demikian, secara umum bagian-bagian internal reaktor tetap sama, hanya saja tiap lisensor proses maupun vendor reaktor tersebut memiliki typical design masing-masing yang diharapkan mampu mengoptimalkan fungsi dari reaktor tersebut.

Bagian utama dari sebuah fixed bed reactor adalah reactor vessel, reactor internals, katalisator, inert dan graded katalisator. Reactor vessel merupakan bagian yang menyediakan tempat bagi katalis dan tempat berlangsungnya kontak antara minyak umpan dan katalis yang kemudian terjadi reaksi. Reactor vessel dirancang dengan dasar perancangan pressure vessel  (ASME BPVC Section VIII Division 2). Kunci dari perancangan reactor vessel ini adalah pemilihan material, allowable working pressure, dimensi dan ketebalan dinding vessel.

Perancangan Reactor Vessel
Pemilihan material untuk reactor vessel harus memperhatikan sistem reaksi yang terjadi di dalam reaktor. Apabila di dalamnya terdapat penggunaan gas hidrogen, maka harus diperhatikan risiko terjadinya hydrogen attack. Keberadaan gas hidrogen di dalam suatu sistem peralatan menimbulkan potensi terjadinya penetrasi gas hidrogen ke dalam struktur carbon steel. Kemudian gas hidrogen bereaksi dengan karbon membentuk metana. Tekanan yang dihasilkan karena reaksi tersebut akan menyebabkan berkurangnya ductility (hydrogen embrittlement) dan kerusakan karena retak atau pun rapuhnya material baja. Berkurangnya kandungan karbon akibat adanya reaksi dengan gas hidrogen akan menurunkan kekuatan material baja tersebut. Oleh karena itu, untuk material reactor vessel yang memerlukan spesifikasi khusus karena melibatkan gas hidrogen di dalam reaksinya perlu memperhatikan grafik Nelson API RP 941 supaya pemilihan material dapat mengakomodasi kebutuhan reaksi. Dengan grafik tersebut, berdasarkan tekanan parsial hidrogen dan temperatur operasi dapat diperoleh kandungan material (Cr – Mo) yang paling sesuai dengan reaktor yang akan dibuat. Untuk material lain, misalnya untuk menangani minyak yang korosif dapat dilihat dalam ASME Section II Material Code.
Allowable working pressure juga memiliki peranan penting dalam menentukan perancangan reactor vessel. Hal ini terkait dengan perhitungan ketebalan yang dibutuhkan untuk reactor vessel tersebut. Allowable working pressure merupakan tekanan tertinggi yang diizinkan dan yang seharusnya dapat diakomodasi oleh reactor vessel. Dalam perancangan, tekanan maksimal yang diizinkan merupakan 120% dari tekanan operasi maksimal. Hal ini sebagai safety factor dan berlaku untuk semua aspek perancangan peralatan. Sedangkan untuk temperatur desain ditentukan dengan maksimal temperatur operasi yang diizinkan ditambah 50o (baik dalam satuan Celcius maupun Fahrenheit). (Howard F. Rase, 1957)
Tahap selanjutnya yang tak kalah pentingnya adalah menentukan dimensi dan ketebalan reactor vessel. Dimensi reaktor (diameter dan tinggi) ditentukan berdasarkan kebutuhan volume bed yang nantinya ditambah dengan reactor internals lainnya seperti quench zone dan feed distributor. Sedangkan untuk ketebalan dinding reactor vessel ditentukan dengan banyak faktor perhitungan. Untuk perhitungan utamanya menggunakan rumus pada ASME BPVC Section VIII Division 2 seperti halnya pressure vessel lainnya. Kemudian dilakukan perbandingan hasil perhitungan ketebalan berdasarkan internal pressure tersebut dengan hasil perhitungan ketebalan berdasarkan windload dan dead weight. Ketebalan yang lebih besar itulah yang digunakan. Perhitungan ketebalan windload dan dead weight sangat perlu dilakukan guna meyakinkan apakah reactor vessel yang dirancang mampu menahan posisi dan struktur di dalamnya karena adanya terpaan angin dan beratnya beban reactor vessel tersebut.

Pemilihan Katalisator
Katalisator merupakan salah satu hal vital dalam sistem reaksi di dalam reaktor. Pasalnya, pada perancangan reaktor semua variabel proses ditentukan oleh physical properties dan kebutuhan reaksi dari katalisator. Misalnya batasan pressure drop untuk reaksi maupun regenerasi tidak boleh melebihi crushing strength dari partikel katalisator. Begitu halnya dengan temperatur. Temperatur dibatasi dengan melting point komponen penyusun katalisator. Selain itu temperatur sistem reaktor yang eksotermis misalnya, akan sangat rentan terjadi overheating pada reactor vessel. Oleh karena itu, pemilihan material reactor vessel, penentuan sistem distribusi panas, ukuran diameter dan tinggi bed katalisator akan memerlukan perhatian khusus dalam perancangannya. Begitu pula dengan instrumentasi yang dibutuhkan terutama thermocouple (temperature sensor element). Baik jumlah maupun konfigurasinya dalam sistem axial maupun radial akan sangat menunjang monitoring ketat distribusi panas di dalam bed katalisator agar tidak terjadi runaway.

Perbedaan physical properties, aktivitas, selektivitas, dan stabilitas dari tiap-tiap katalisator akan membutuhkan sistem kondisi operasi yang berbeda. Misalkan untuk katalisator Catalytic Dewaxing Process berikut ini.


Untuk jenis katalis komersial biasanya jarang di-publish secara umum, baik itu spesifikasi maupun kondisi operasi tipikalnya. Hal ini terkait dengan data katalisator yang merupakan propriatery atau patent dari tiap-tiap vendor. Berikut ini ada beberapa contoh jenis katalisator beserta vendornya yang sudah diinventarisasi oleh Oil and Gas Journal.




[leave a comment for the complete catalysts compilation data]

Reactor Internals
Selain reactor vessel, struktur internal reaktor juga sangat menunjang optimalnya kinerja dari sistem reaksi yang terjadi di dalam reaktor tersebut. Beberapa kata kunci seperti distribusi umpan, distribusi panas, fouling, distribusi lapisan katalisator, dan juga temperatur reaksi merupakan beberapa hal yang mewakili peran dari struktur internal reaktor tersebut. Secara umum struktur internal terdiri atas feed distributor, distribution tray, scale basket, quench distributor, collector ring, inert and catalyst graded. Klik link berikut untuk melihat reactor internals 3D model.

  • Feed Distributor

Feed distributor merupakan struktur internal yang terletak di bagian inlet reaktor. Feed distributor ini berupa struktur yang memiliki baffle dan deflector yang memungkinkan umpan masuk ke dalam reaktor didistribusikan secara merata ke dalam bed katalisator. Distribusi umpan ini merupakan kunci dari sitem reaksi di dalam bed katalisator. Dengan meratanya distribusi umpan, maka distribusi panas di dalam bed juga akan merata dan reaksi dapat berlangsung dengan optimal. Salah satu dampak negatif dari tidak meratanya distribusi umpan adalah akan terjadi hotspot pada titik tertentu pada bed katalisator yang lama-kelamaan akan terjadi channeling dan hal ini akan mempengaruhi lifetime dari katalisator.
  • Distribution Tray

Distribution tray pada intinya melanjutkan tugas dari feed distributor yakni memeratakan distribusi umpan ke dalam bed katalisator. Distribution tray ini berada pada bagian teratas dari bed katalisator pertama di dalam reaktor. Distribution tray berupa tray dengan struktur slotted-chimneys dan/atau bubble cap tray yang memungkinkan terjadinya kontak antara fase vapor dan liquid. Melalui kontak ini, akan terjadi transfer massa dan transfer panas dan pada akhirnya vapor dan liquid dari umpan dapat didistribusikan secara merata ke dalam bed katalisator.
  • Scale Basket

Scake basket merupakan struktur semacam mesh strainer yang disusun pada layer pertama bed katalisator dengan konfigurasi tertentu. Pemasangan scale basket ini merupakan salah satu upaya guna mengurangi terjadinya fouling pada bed katalisator sehingga pressure drop bed katalisator dapat terjaga.
  • Quench Distributor

Quench distributor merupakan suatu struktur yang dipasang di antara dua bed katalisator. Quench distributor dipasang pada reaktor dengan sistem reaksi eksotermis. Fungsinya adalah untuk me-maintain temperatur outlet bed sebelum memasuki bed katalisator berikutnya. Pasalnya, temperatur outlet bed akan selalu lebih tinggi dari inletnya karena sistem reaksinya eksotermis. Apabila temperatur outlet bed pertama sudah tinggi, maka setelah melalui bed kedua temperatur akan naik lagi. Jika kondisi ini tidak diatur, maka potensi terjadinya runaway akan lebih besar. Oleh karena itu, dibuatlah struktur quench distributor yang akan mendistribusikan quench gas pada effluent bed pertama guna menurunkan (menjaga) temperatur sebelum memasuki bed berikutnya.
Struktur quench distributor secara umum antara lain quench pipe sebagai transfer line quench gas (misalnya hydrogen) ke dalam reaktor (quench zone). Pada beberapa desain tipikal quench distributor, terdapat pula suatu struktur yang mendistribusikan quench gas berupa silinder tertutup dengan beberapa lubang di sisinya disebut quench sparger. Kemudian mixing table yang merupakan tempat terjadinya percampuran antara quench gas dan effluent bed pertama. Dan struktur paling bawah adalah distribution tray. Struktur distribution tray pada quench zone ini hampir sama dengan struktur distribution tray pada lapisan teratas bed pertama. Tujuan utamanya pun sama, suapaya terjadi heat transfer sehingga temperatur effluent bed pertama dapat diatur sesuai kebutuhan sebelum memasuki bed berikutnya.
  • Inert and Catalyst Graded

Pada bed katalisator, inert balls diletakkan di bagian atas dan bawah katalisator. Di bagian atas katalisator, inert balls berfungsi meredam energi tumbukan dari aliran umpan guna menjaga distribusi katalisator di dalam bed katalisator. Di bagian bawah bed katalisator, inert balls berfungsi sebagai support untuk menopang katalisator dan juga menjaga agar katalisator tidak ikut mengalir keluar bed katalisator bersama aliran umpan.
Graded katalisator merupakan partikel-partikel yang ditambahkan di atas ataupun di bawah katalisator di dalam bed katalisator yang memiliki fungsi-fungsi tertentu sesuai komposisinya. Fungsi graded katalisator antara lain sebagai treatment awal, menahan deposit, menyerap logam, dan lain-lain. Beberapa jenis graded katalisator ditambahkan ke dalam bed katalisator guna mengoptimalkan aktivitas katalisator.
Pemilihan graded katalisator dilakukan berdasarkan karakteristik katalisator utama di masing-masing reaktor. Karakteristik katalisator akan mempengaruhi proses reaksi yang berlangsung pada tiap-tiap bed katalisator. Dengan pemilihan graded katalisator yang tepat diharapkan reaksi yang berlangsung dapat terjadi secara optimal dan menghasilkan produk sesuai yang diharapkan.
  • Collector Ring

Collector ring merupakan perlengkapan internal reaktor yang mencegah katalisator mengalir keluar reaktor. Collector ring ini dipasang pada bagian bawah reaktor. Jumlah area terbuka di dalam collector ring harus lebih besar dari lima kali luas area outlet nozzle sehingga rentang penurunan aliran tidak menimbulkan pressure drop yang berlebihan.

Pada akhir perancangan fixed bed reactor, perlu dievaluasi pressure drop per bed maupun total reaktor. Hal ini sangat menentukan kebutuhan tekanan operasi terkait dengan rotating equipment yang dibutuhkan. Perhitungan pressure drop tidak hanya dihitung berdasarkan pressure drop yang ditimbulkan oleh partikel katalisator, inert, dan graded katalisator saja tetapi juga dengan adanya struktur internal reaktor seperti inlet diffuser, quench distributor, dan collector ring. Hal ini karena keberadaan struktur internal reaktor tersebut juga berkontribusi terhadap pressure drop yang terjadi di dalam reaktor. Pada akhirnya, maksimum pressure drop dapat ditentukan berdasarkan pressure drop total (dalam kondisi katalis bersih) ditambah fouling factor sesuai rekomendasi dari process licensor. Itulah yang menjadi dasar bagi perancangan rotating equipments penunjang reactor section tersebut.


Referensi:
Farr, James R. Et al., 2001, “Guidebook for Design of ASME Section VIII Pressure Vessel Second Edition”, The American Society of Mechanical Engineer, New York.
Rase, Howard F and M. H Barrow, 1957, Project Engineering of Process Plant, John Wiley and Son, New York.
Harriott, Peter, 2003, “Chemical reactor Design”, Marcell Dekker, New York.
Dan beberapa catatan kuliah AKA IV.



Selasa, 30 Oktober 2012

Hydrocracking Process (Part 2)

Reaksi Hydrocracking
Reaksi hydrocracking mengubah umpan fraksi berat menjadi produk dengan berat molekul yang lebih ringan dengan disertai  penghilangan sulfur dan nitrogen serta penjenuhan senyawa olefin dan aromatik. Sulfur organik diubah menjadi senyawa H2S sedangkan senyawa nitrogen diubah menjadi NH3 dan senyawa oksigen (tidak selalu ada) diubah menjadi H2O. Reaksi pada hydrocracking dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: reaksi yang diharapkan dan reaksi yang tidak diharapkan.

Reaksi yang diharapkan di sini meliputi treating, penjenuhan, dan reaksi cracking. Reaksi yang tidak diharapkan adalah terjadinya keracunan katalisator oleh kontaminan (impurities) dalam bentuk reaksi coking pada katalisator.

Terdapat dua tipe reaksi yang terjadi pada unit hydrocracking, yakni treating (disebut juga pre-treating) dan cracking (disebut juga hydrocracking). Reaksi cracking membutuhkan katalis dual fungsi (bi-functional catalyst) yang mengkatalisis dua jenis reaksi, yakni cracking dan hidrogenasi (penjenuhan).

Reaksi Treating
Reaksi treating yang terjadi pada unit hydrocracking antara lain reaksi penghilangan sulfur, nitrogen, senyawa organo-metallic, oksigen, dan juga senyawa halida. Senyawa sulfur, nitrogen, dan oksigen merupakan tiga senyawa yang selalu ada dalam umpan unit hydrocracking. Kadarnya beragam, tergantung pada sumber dan jenis feedstock. Senyawa lainnya tidak selalu ada dalam umpan unit hydrocracking.
Secara umum, konsumsi hidrogen untuk reaksi treating dapat dilihat pada tabel berikut ini.




Reaksi hidrodesulfurisasi terjadi dengan penghilangan sulfur yang diikuti dengan reaksi penjenuhan senyawa olefin yang terbentuk. Berikut ini adalah contoh reaksi hidrodesulfurisasi.

Reaksi denitrogenasi terjadi dengan pola yang berbeda. Mekasnisme hidrodenitrogenasi bermula dengan reaksi penjenuhan aromatik diikuti dengan hidrogenolisis dan diakhiri dengan denitrogenasi. Berikut ini adalah contoh beberapa mekanisme hidrodenitrogenasi.



Reaksi Cracking
Reaksi hydrocracking berlangsung dengan mekanisme bi-functional. Mekanisme bi-functional membutuhkan dua tipe sisi katalis yang berbeda guna mengkatalisis tahapan reaksi yang terpisah dalam suatu rangkaian reaksi. Dua fungsi yang dimaksud adalah fungsi asam yang mengkatalisis reaksi cracking dan isomerisasi serta fungsi logam yang mengkatalisis reaksi pembentukan olefin dan hidrogenasi. Reaksi cracking membutuhkan panas sedangkan reaksi hidrogenasi menghasilkan panas. Secara keseluruhan, reaksi hydrocracking menghasilkan panas. Sebagaimana pada reaksi treating, reaksi hydrocracking juga merupakan fungsi dari konsumsi hidrogen, artinya semakin banyak konsumsi hidrogen, maka akan semakin eksotermis reaksi yang terjadi.

Konsumsi hidrogen pada reaksi hydrocracking secara umum (termasuk pre-treating) adalah 1200 - 2400 SCFB/wt% dengan perubahan sebesar 200 – 420 Nm3/m3 tiap %wt perubahan kapasitas umpan. Panas yang dihasilkan dari reaksi antara 50 – 100 Btu/SCF H2 atau jika dinyatakan dalam kenaikan temperatur adalah sebesar 0,065oF/SCF hidrogen yang dikonsumsi (0,006oC/Nm3/m3 H2).

Secara umum, reaksi hydrocracking dimulai dengan pembentukan olefin atau siklo-olefin pada sisi logam katalis. Selanjutnya sisi asam akan menambahkan proton pada olefin atau siklo-olefin tersebut untuk menghasilkan ion carbonium. Ion carbonium tersebut akan terrengkah menjadi ion carbonium yang lebih kecil dan senyawa olefin yang lebih kecil. Produk tersebut merupakan produk utama hydrocracking. Proses terminasi pada reaksi hydrocracking terjadi dengan reaksi penjenuhan senyawa olefin pada sisi logam katalisator. Berikut ini adalah tahapan reaksi pada rangkaian reaksi hydrocracking terhadap suatu senyawa n-parafin.





Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa pada awal reaksi hydrocracking terbentuk senyawa olefin yang dikatalisis oleh sisi logam. Kemudian olefin tersebut diubah menjadi ion carbonium. Ion carbonium tersebut terisomerisasi menjadi ion carbonium tersier yang lebih stabil. Selanjutnya terjadi perengkahan ion carbonium tersebut pada ikatan pada posisi β terhadap muatan ion carbonium tersebut. Posisi β merupakan ikatan kedua dari muatan ion. Ion carbonium dapat bereaksi dengan olefin untuk mentransferkan muatan dari satu fragmen ke fragmen lainnya. Dengan cara ini muatan dapat ditransfer dari senyawa hidrokarbon rantai pendek ke senyawa hidrokarbon rantai lebih panjang yang dapat mengakomodasi muatan dengan lebih baik. Akhirnya, reaksi penjenuhan terhadap olefin terjadi pada sisi logam katalisator.

Reaksi hydrocracking merupakan reaksi yang selektif terhadap parafin dengan jumlah atom karbon yang banyak. Hal ini terjadi dalam rangka mencapai kesetimbangan untuk membentuk olefin dengan jumlah atom karbon yang banyak. Di samping itu, parafin dengan jumlah atom karbon lebih banyak dapat mengadsorb lebih kuat. Ion carbonium intermedia menyebabkan isomerisasi yang berlebih pada produk reaksi khususnya pada α-metil isomer. Hal ini karena ion carbonium tersier lebih stabil. Oleh karena itu, produksi C1 dan C3 rendah karena produksi gas hidrokarbon tersebut terjadi ketika terbentuknya ion carbonium primer dan sekunder yang sebenarnya kurang dikehendaki. Senyawa-senyawa lain seperti alkil-naften, alkil-aromat, dan lain sebagainya bereaksi dengan mekanisme serupa melalui reaksi pembentukan ion carbonium.
Berikut ini adalah data termodinamika dari beberapa reaksi utama pada proses hydrocracking.




Di samping reaksi-reaksi tersebut, selama reaksi hydrocracking terjadi pula beberapa reaksi penting lainnya antara lain penjenuhan aromat, pembentukan polynuclear aromatics (PNA) dan pembentukan coke. Reaksi penjenuhan aromat terjadi pada seksi treating dan sebagian terjadi pada seksi cracking. Reaksi penjenuhan aromat ini merupakan satu-satunya reaksi dalam hydrocracking yang dibatasi kesetimbangannya ketika temperatur yang lebih tinggi sudah tercapai. Hal ini berkaitan dengan usia katalisator. Karena pembatasan kesetimbangan inilah, reaksi penjenuhan aromat yang sempurna tidak dapat tercapai karena peningkatan temperatur yang dibutuhkan dapat memperpendek usia katalisator. Karena hal itulah, terbentuk coke dan pengendapan (deposition). Reaksi coking akan dibahas secara lengkap pada kesempatan berikutnya. Sedangkan untuk reaksi pembentukan HPNA dapat dilihat pada postingan sebelumnya.


Referensi:
David S. J. “Stan” Jones and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing, Netherland: Springer


Hydrocracking Process (Part 1)




Hydrocracking Process (Part 1)

Sebenarnya telat ini postingnya, harusnya overview proses hydrocracking dulu baru bahas masalah HPNA. Tapi berhubung lagi “urgent” karena dapat PR dari senior, buru-buru deh buka materi dan ngubek-ubek koleksi e-book lagi buat nyari data mengenai HPNA. Nah kali ini saya mau review dan belajar lagi tentang hydrocracker. 

Hydrocracking merupakan proses pengolahan migas secara katalitis yang terbilang serba guna, dapat meng-upgrade umpan dalam fraksi distilat (Atmosferic Gas Oil, Heavy Vacuum Gas oil maupun Coker Gas Oil) menjadi fraksi-fraksi produk yang lebih bernilai ekonomis. Keserbagunaan hydrocracking ini tidak lepas dari fleksibilitas jenis umpan, pemilihan katalisator, dan mode produksi  yang diharapkan. Jenis katalisator untuk hydrocracking sangat beragam. Hal ini insyaallah akan dibahas pada posting berikutnya. Secara umum, kondisi operasi hydrocracker meliputi Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) 0,5 – 2,0; sirkulasi H2 5000 – 10000 SCFB (850 – 1700 Nm3/m3); tekanan parsial H2 1500 – 2000 psia (103-138 bar); dan rentang Start of Run (SOR) temperature antara 675oF – 725oF (357 – 385oC).

Sejarah
Unit hydrocracker komersial pertama kali dibangun di Chevron’s Rischmond CA Refinery pada tahun 1960. Hydrocracking ini merupakan salah satu proses konversi hidrokarbon tertua selama perkembangan teknologi petroleum refining. Hydrocracking sendiri sebenarnya awalnya sudah didesain dan diterapkan untuk konversi batu bara pada tahun 1915 di Jerman. Unit hidrogenasi brown coal pertama terdapat di Leuna, Jerman sejak tahun 1927 dan sudah menggunakan teknologi proses hydrocracking komersial.

Pada pertengahan 1950-an, industri mobil memproduksi mobil dengan tingkat performa yang mensyaratkan rasio kompresi mesin yang tinggi. Tentunya kebutuhan angka oktan bahan bakar juga harus lebih tinggi. Hal ini pulalah yang memicu semakin pesatnya perkembangan teknologi hydrocracking. Fleksibilitas unit hydrocracker yang memungkinkan berproduksi dengan mode yang berbeda-beda dengan jenis katalis dan kondisi operasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan refinery tersebut. Pada akhir 1950-an, yang mana terjadi reformasi besar-besaran dalam dunia transportasi pascaperang dunia II yakni penggunaan mesin diesel pada kereta yang awalnya memanfaatkan tenaga steam dan juga adanya peningkatan kebutuhan jet fuel untuk bahan bakar pesawat terbang.

Pada tahun 1960-an, perkembangan teknologi hydrocracking semakin pesat seiring penemuan katalis zeolit untuk hydrocracker. Peningkatan yang signifikan terlihat pada pemakaian katalis berbahan dasar zeolit dibandingkan yang sebelumnya menggunakan katalis amorphous antara lain aktivitas yang lebih tinggi, toleransi amonia yang lebih besar, dan selektivitas terhadap gasolin yang lebih tinggi. Pada tahun 1970-an, mode produksi yang awalnya berorientasi untuk menghasilkan gasolin dengan ON yang tinggi, mulai beralih ke produk middle distillates. Katalis amorphous-pun kembali banyak digunakan meskipun pada masa itu mulai dikembangkan katalis yang lebih fleksibel yang mampu menghasilkan produk dengan mode yang berbeda dengan mengubah kondisi operasinya. Pada awal tahun 2001, lebih dari 150 hydrocracker beroperasi di seluruh dunia dengan total kapasitas lebih dari 3800000 B/D (500000 MT/D).

Blok Diagram
Berbagai lisensor proses yang mengembangkan teknologi hydrocracking ini mengembangkan flow scheme proses yang berbeda namun secara umum dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni single stage dan two stage.

Single stage once-through hydrocracking


 Block diagram di atas menunjukkan skematik proses single stage once-through hydrocracking yang merupakan konfigurasi unit hydrocracking yang paling sederhana. Campuran minyak umpan dan hidrogen memasuki reaktor. Kemudian effluent reaktor difraksinasi di dalam sebuah fraksinator dengan bottom product berupa unconverted oil. Konfigurasi unit proses ini adalah konfigurasi unit hydrocracking yang membutuhkan biaya paling sedikit. Meskipun demikian, konfigurasi unit proses ini mampu mengolah umpan fraksi berat dengan boiling range yang tinggi dan menghasilkan unconverted oil dengan kualitas yang baik yang dapat dijadikan sebagai umpan unit FCC, ethylene plants maupun Lube Oil Plant. Secara umum, konversi dapat berkisar 60-70 % volume bahkan hingga 90 % volume.
Single stage with recycle hydrocracking
Unit hydrocracking yang paling banyak ditemui adalah unit dengan konfigurasi single stage with recycle. Fresh feed dan hidrogen memasuki reaktor setelah dipanaskan hingga mencapai temperatur reaksi melalui sejumlah preheater dan heater. Effluent reaktor dipisahkan dalam sebuah separator, di mana hidrogen dialirkan kembali ke sistem reaktor dengan tambahan make up hydrogren. Fraksi liquid yang terpisah di dalam separator dialirkan dalam sebuah fraksinator di mana bottom product-nya fraksinator tersebut sebagai unconverted oil. Pada unit single stage hydrocracker dengan recycle ini, unconverted oil akan diumpankan kembali ke dalam reaktor bersama fresh feed.



Pada perkembangannya, unit hydrocracker dengan konfigurasi single stage dengan recycle ini dikembangkan menjadi konfigurasi dengan dua buah reaktor. Berikut ini adalah contoh flow diagram unit hydrocracker single stage tipikal.



Two stage recycle hydrocracking
Konfigurasi two stage recycle hydrocracking juga banyak digunakan khususnya untuk unit-unit dengan kapasitas yang besar. Pada unit dengan two stage, reaksi hydrotreating dan cracking terjadi pada stage pertama. Effluent dari stage pertama dipisahkan dan difraksinasikan dengan unconverted oil-nya. Unconverted oil hasil fraksinasi dikirim ke reaktor stage kedua dan hasilnya bergabung dengan effluent reaktor stage pertama. Skema sederhana unit hydrocracking dua stage adalah sebagai berikut.



 Separate hydrotreat two stage hydrocracking
Variasi dari konfigurasi dua stage dengan sirkulasi hydrogen adalah separate hydrotreat hydrocracking. Dengan konfigurasi ini, sirkulasi hidrogen terpisah, sehingga memungkinkan terjadinya operasi pada stage kedua dengan kadar hydrogen sulphide (dan amonia) nil (sangat sedikit).




Referensi:
David S. J. “Stan” Jones and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing, Netherland: Springer


Senin, 29 Oktober 2012

Pembentukan HPNA pada Reaksi Hydrocracking


Diskusi di panel reaktor tadi pagi memicu saya untuk sekali lagi membuka referensi kuliah. Latar belakang mengenai dibuatnya Heavy Polynuclear Aromatics (HPNA) Adsorber, kenapa HPNA Adsorber tersebut digunakan untuk memproses effluent reaktor 2 atau recycle feed sebelum masuk ke recycle feed surge drum, dan bagaimana terbentuknya HPNA di dalam HVGO menjadi fokus diskusi saya bersama salah seorang panelman reaktor di plant 3. Berikut ini sedikit ulasan mengenai terbentuknya HPNA.

Pengertian Heavy Polynuclear Aromatics (HPNA)
Dalam sebuah lembar publikasi internasional disebutkan bahwa Heavy Polynuclear Aromatics (HPNA) merupakan gabungan senyawa aromatik dengan jumlah cincin 7+ buah cincin misalnya senyawa coronenes C24H12, benzocoronenes C28H14, dibenzoncoronenes C32H16, dan ovalenes C32H14. HPNA dengan cincin aromat 7+ merupakan produk samping dari reaksi hydrocracking yang sebenarnya tidak diharapkan keberadaannya.  Pasalnya, keberadaan HPNA ditengarai menyebabkan berbagai permasalahan dalam unit hydrocracking, terutama dalam reactor section. Ketika batasan kelarutan HPNA sudah terlewati, maka potensial terjadinya kerak (scale) pada sistem perpipaan, valve dan permukaan transfer panas pada HE akan meningkat. Lebih parah lagi, HPNA dapat meningkatkan laju deaktivasi katalisator melalui reversible inhibition dan pembentukan coke.


Terbentuknya Heavy Polynuclear Aromatics (HPNA)
Potensi terbentuknya HPNA meningkat seiring meningkatnya end point dari umpan (HVGO). Selain itu, tingginya konversi juga memiliki dampak yang sama terhadap potensi terbentuknya HPNA. Menurut David L. Trimm dalam bukunya Catalysts in Petroleum Refining, 1989 menyebutkan bahwa HPNA yang memiliki potensi menyebabkan fouling terbesar adalah senyawa aromatik dengan cincin 11+.  Terbentuknya HPNA tersebut tidak lepas dari jenis umpan (feedstock), pemilihan katalis, konfigurasi proses, dan juga kondisi operasi prose tersebut.
Keberadaan precursor HPNA pada feedstock dalam hal ini HVGO juga meningkat seiring meningkatnya end point HVGO. Precursor tersebut adalah senyawa Polynuclear Aromatics (PNA) atau senyawa aromatik multicincin dengan rantai samping yang panjang. Selama proses hydrocracking, rantai samping tersebut akan terputus dan cincin aromatik yang tersisa akan terkondensasi. Karena sifat alaminya (fraksi berat), maka hasil kondensasi cincin aromatik tersebut cenderung terakumulasi pada sistem recycle feed dan dapat membentuk HPNA yang dapat menyebabkan fouling.

Sesuai dengan skema reaksi di atas bahwa pembentukan HPNA dapat melalui jalur reaksi penjenuhan cincin aromatik yang dikatalisis oleh sisi logam yang kemudian diikuti oleh reaksi yang dikatalisis oleh sisi asam. Mekanisme reaksi tersebut secara detail dapat dilihat pada posting Hydrocracking Process (Part 2) Jalur pembentukan lainnya yaitu melalui kondensasi senyawa cincin aromatik yang dikatalisis oleh sisi asam katalis membentuk senyawa aromatik dengan jumlah cincin yang lebih banyak. 

Senyawa aromatik dengan minimal dua buah cincin disebut sebagai polynuclear aromatics (PNA). PNA yang terkandung dalam HVGO yang merupakan umpan unit hydrocracker apabila mampu melewati pori-pori katalisator hydrocracker, maka akan terjadi reaksi dealkilasi yang akan memutus rantai alkil radikal dari cincin aromatnya. Senyawa intermedia hasil reaksi tersebut akan mengalami reaksi penjenuhan denga hidrogen atau pun dapat mengalami reaksi kondensasi dengan senyawa intermedia lain membentuk senyawa yang lebih stabil.

Mekanisme pembentukan HPNA adalah sebagai berikut.


Reaksi di atas merupakan reaksi cincin yang berkelanjutan dan hasil akhir dari reaksi cincin tersebut disebut HPNA. Dengan kata lain, PNA yang lebih kecil dapat disebut sebagai precursor dalam pembentukan HPNA. Jumlah dan tipe precursor HPNA sangat dipengaruhi oleh jenis feedstock dan boiling range-nya (terutama end point). Secara umum, semakin berat fraksi umpan, maka semakin banyak prekursor PNA yang terkandung dalam umpan, dan semakin banyak HPNA yang akan terbentuk. Di samping itu, jenis crude aromatik juga memiliki potensi mengandung prekursor PNA yang lebih banyak dibandingkan jenis crude Parafinik ataupun naftenik.

Penekanan Jumlah HPNA dan Precursor-nya
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa dampak negatif terbentuknya HPNA dalam sistem reaktor hydrocracking adalah potensial terjadinya kerak (scale) pada sistem perpipaan, valve dan permukaan transfer panas pada HE akan meningkat, meningkatkan laju deaktivasi katalisator melalui reversible inhibition dan pembentukan coke yang secara kasat mata dapat diketahui dari meningkatnya pressure drop reaktor dengan cepat dalam kurun waktu yang relatif singkat dan konversi yang menurun. Dengan pertimbangan dampak-dampak tersebut, maka dibutuhkan suatu treatment khusus untuk menurunkan kadar precursor dan pembentukan HPNA tersebut.

  • Treatment dengan Net Purge Unconverted Oil
Treatment dengan Net Purge Unconverted Oil ini memerlukan modifikasi unit proses hydrocracker yang cukup banyak. Pasalnya Net Bottom Fractionator sebelum dikirim ke recycle feed surge drum akan dipanaskan kembali hingga mencapai bubble point-nya (±380oC) kemudian masuk ke stripper dan di-strip dengan bantuan steam hingga terjadi pemisahan antara fase uap dan cairnya. Fase uap tersebutlah yang akan diproses kembali dalam recycle reactor. Sementara bottom product dari stripper tersebut sebagai net purge uncoverted oil yang harus dipisahkan dari recycle feed karena mayoritas precursor dan HPNA yang sudah terbentuk terakumulasi dalam fase liquid bottom product stripper tersebut.

  •  Treatment dengan HPNA Adsorber
Treatment dengan HPNA Adsorber ini ditujukan supaya kandungan precursor dan HPNA yang telah terbentuk dari hasil reaksi pada fresh feed reactor dapat dipisahkan dari recycle feed yang akan diproses kembali di dalam recycle reactor. Dengan terjerapnya (teradsorb) sejumlah besar PNA dan HPNA dalam recycle feed, diharapkan potensi fouling dan peningkatan laju deaktivasi katalisator di dalam recycle reactor dapat dikurangi.

Referensi:
International Publication No. WO2012/052042 A1 : Process for Hydrocracking a Hydrocarbon Feedstock
Publication No. US2012/0187027 A1: Hydrocracking Process with Feed/Bottom Treatment
David L. Trim, 1989, Catalysts in Petroleum Refining, 1989: Proceedings of the First International Conference on Catalysts in Petroleum Refining, Kuwait, March 5-8, 1989, Volume 53

David S. J. “Stan” Jones and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing, Netherland: Springer



Minggu, 28 Oktober 2012

Aviation Gasoline (Avgas)

Artikel mengenai avgas ini saya copas dari tugas saya, mata kuliah Produk Migas 4 Aka II dulu. Materi penulisan bersumber dari beberapa buku, materi kuliah dan artikel di internet.

Pengertian Avgas

Avgas (Aviation Gasoline) merupakan bahan bakar minyak jenis khusus yang didisain untuk pesawat terbang dan mobil balap. Klasifikasi pesawat terbang yang menggunakan bahan bakar avgas ini khususnya pesawat terbang yang memiliki piston atau mesin wankle. Sementara pesawat terbang dengan mesin turbin biasanya menggunakan avtur (fraksi kerosine).
Komponen utama avgas adalah alkylate yang pada dasarnya merupakan campuran dari berbagai isooctane dan beberapa hasil distilasi minyak bumi yang berupa reformate. Avgas memiliki density sebesar 6.02 lb/ US gal pada 15 °C , atau setara dengan 0.721 kg/l. Density tersebut digunakan untuk perhitungan berat dan keseimbangan. Density meningkat menjadi 6.40 lb/US galon pada -40 ° C, dan menurun dengan sekitar 0,5% per 5° C (9° F) kenaikan suhu. Avgas mempunyai koefisien emisi dari 18.355 lb CO2 per US galon (2,1994 kg / L) atau sekitar 3,05 satuan berat CO2 yang dihasilkan per satuan berat bahan bakar yang digunakan. Avgas memiliki lebih rendah dan lebih seragam tekanan uap dari bensin otomotif, yang menyimpannya dalam keadaan cair pada ketinggian tinggi, mencegah terjadinya vapor lock.

Campuran tertentu yang digunakan saat ini adalah sama seperti ketika mereka pertama kali dikembangkan di tahun 1940-an, dan digunakan dalam maskapai penerbangan dan mesin pesawat militer tingkat tinggi meningkatkan supercharging; terutama Rolls-Royce Merlin mesin yang digunakan dalam pesawat tempur Spitfire dan Hurricane, nyamuk pesawat pembom-tempur dan pembom Lancaster (Hotel Merlin II dan versi yang dibutuhkan 100-oktana bahan bakar), serta US membuat mesin Allison cair didinginkan, dan berbagai mesin radial dari Pratt & Whitney, Wright, dan produsen lain di kedua sisi Atlantik. Oktan tinggi yang dicapai dengan penambahan tetra-etil lead (TEL), zat yang sangat beracun yang dihapus untuk mobil digunakan di sebagian besar negara pada akhir abad ke-20.

Sejak TEL adalah agak mahal (dan berpolusi) aditif, jumlah minimum itu biasanya digunakan untuk membawa itu ke oktan yang dibutuhkan dan konsentrasi yang sebenarnya sering lebih rendah daripada maksimum.

Bahan bakar jet bukan avgas melainkan avtur. Hal ini mirip dengan minyak tanah dan digunakan dalam mesin turbin. Istilah yang digunakan untuk bahan bakar jet ada yang menyebut sebagai avtur, ada juga yang menyebut sebagai avjet. Di Eropa, faktor kelestarian lingkungan dan pertimbangan biaya telah menyebabkan meningkatnya jumlah pesawat yang dilengkapi dengan sangat efisien bahan bakar mesin diesel; ini juga berjalan pada bahan bakar jet. Pesawat sipil menggunakan Jet-A, Jet-A1 atau dalam iklim yang sangat dingin Jet-B.

Bensin digunakan untuk bahan bakar penerbangan umumnya diidentifikasi dengan dua angka yang berhubungan dengan Motor Octane Number (MON). Angka pertama menunjukkan nilai oktan bahan bakar diuji untuk "penerbangan ramping (aviation lean)" standar, yang mirip dengan indeks anti-ketukan atau "pompa rating" otomotif diberikan kepada bensin di Amerika Serikat nomor kedua menunjukkan nilai oktan bahan bakar yang diuji ke "penerbangan kaya (aviation rich)" standar, yang mencoba untuk meniru kondisi supercharged yang kaya dengan campuran, temperatur tinggi, dan tekanan manifold tinggi. Fuel Dyes Aid digunakan untuk membantu awak dan pilot dalam mengidentifikasi kelas bahan bakar yang tepat.

Klasifikasi dan Pemanfaatan Avgas
  •                       100LL

Klasifikasi avgas yang paling umum digunakan adalah bahan bakar penerbangan diberi pewarna biru untuk memudahkan identifikasi visual. 100LL, dibaca sebagai "100 Low Lead", mengandung sejumlah kecil tetra-etil lead (TEL), sebuah senyawa timbal yang mengurangi kecenderungan bensin secara spontan meledak (ledakan atau "ketukan") di bawah beban tinggi, suhu tinggi dan tekanan tinggi. Ketukan yang terjadi pada mesin menyebabkan kerusakan mesin dalam jangka panjang.
TEL, dikenal sebagai senyawa  anti-ketukan. Efek TEL pada proses anti-knocking dikenal sebagai "oktan," berasal dari membandingkan kinerja dari bensin yang diuji untuk campuran iso-oktan dan normal heptan dalam mesin tes khusus. Jika produk tes seperti 90% iso-oktan dan 10% normal heptan, ia menerima sebuah "90 oktan" rating. Tingkat yang lebih tinggi anti-ledakan kemampuan yang diperlukan, kurva ini diperpanjang melampaui 100% iso-oktan dan disebut "peringkat kinerja." Contoh: 118 diberi nilai oktan bensin yang lebih tahan daripada detonasi 87 diberi nilai oktan bensin. Kelas ini adalah tercantum dalam spesifikasi yang sama seperti Avgas 100, ASTM D 910 dan Inggris DEF STAN 91-90.
Secara historis, banyak WW2 lama dikembangkan, dengan power rendah 4 dan 6 silinder piston mesin pesawat dirancang untuk menggunakan bahan bakar dipimpin dan yang cocok pengganti bahan bakar bensin bebas timbel belum dikembangkan dan bersertifikat untuk kebanyakan mesin ini-meskipun beberapa di antaranya didesain untuk oktan 91/96 Avgas (sudah lama dihentikan) dan banyak cahaya Lycoming Continental dan mesin pesawat yang dirancang untuk terus dalam produksi 80/87. Mesin dirancang untuk dapat menggunakan 80/87 Avgas 100 atau 100LL dengan tindakan pencegahan khusus untuk mencegah penumpukan dan memimpin memimpin menjatuhkan dari busi.
Beberapa powered rendah (100-to-150-tenaga kuda atau 75-ke-110 kW) penerbangan mesin yang dikembangkan pada akhir tahun 1990 dirancang untuk menjalankan bahan bakar bensin bebas timbel, tetapi menggunakan bahan bakar bensin bebas timbal 100LL jika tidak tersedia. Sebuah contoh yang Rotax 912.
Banyak saat ini (2010) sertifikat reciprocating-mesin pesawat terbang memerlukan oktan tinggi (leaded) bahan bakar.
  •             82UL

82UL adalah spesifikasi untuk bahan bakar bensin bebas timbal mirip dengan mobil bensin tapi tanpa bahan tambahan (additif). Itu mungkin bisa digunakan di pesawat terbang yang memiliki Sertifikat Tipe tambahan (Supplemental Tyoe Certificate) untuk penggunaan mobil bensin dengan bersandar penerbangan MON dari 82 atau kurang atau antiknock indeks dari 87 atau kurang. Itu tidak dapat digunakan dalam mesin yang memerlukan 100LL. FAA sangat merekomendasikan memasang plakat yang menyatakan penggunaan 82UL atau tidak disetujui pada pesawat-pesawat mereka yang menentukan autogas bensin bebas timbel (mogas) sebagai bahan bakar disetujui. Pada tahun 2008, 82UL tidak diproduksi dan tidak ada refiner yang telah mengumumkan rencana untuk memasukkannya ke dalam produksi. Jika diproduksi, spesifikasi ini diberi warna ungu.
  •                       80/87

Spesifikasi ini diberi warna merah. Avgas terendah 80/87 memiliki konten timbal sebelum memulai dengan fase keluar pada akhir abad ke-20, dengan maksimum 0,5 gram timah per US galon (0,13 g / l), dan hanya digunakan dalam rasio kompresi mesin rendah . Saat ini umumnya disebut Avgas 80, kini ketersediaannya sangat terbatas.
  •                       100/130

Spesifikasi ini diberi warna hijau. Avgas 100/130 memiliki nilai oktan lebih tinggi penerbangan bensin, yang mengandung maksimum 4 gram timbal per US galon (1,1 g / l). 100LL "rendah memimpin" telah menggantikan Avgas 100/130 di kebanyakan tempat, tapi Avgas 100/130 masih dijual di Australia dan Selandia Baru sebagai salah satu dari dua produsen di Australia tidak mampu membuat Avgas 100LL. Saat ini umumnya disebut Avgas 100. Ada dua spesifikasi untuk Avgas 100. ASTM D 910 dan Inggris DEF STAN 91-90. Keduanya adalah hampir sama tetapi memiliki beberapa perbedaan dalam kandungan antioksidan, persyaratan stabilitas oksidasi dan lead konten.
  •                       91/96 & 115/145

Di masa lalu nilai-nilai lain juga tersedia, khususnya untuk penggunaan militer, seperti Avgas 115/145 (diberi warna ungu) dan 91/96 (coklat). Keterbatasan batch 115/145 (biasanya disebut Avgas 115) diproduksi untuk acara khusus seperti balapan udara khusus.
  •                      94UL

Pada bulan Maret 2009 Teledyne Continental Motors mengumumkan bahwa mereka telah 94UL pengujian bahan bakar. Bahan bakar ini pada dasarnya 100LL dengan memimpin tetraethyl dihilangkan selama proses produksi. Perusahaan telah mengindikasikan bahwa hal ini mungkin merupakan solusi terbaik untuk masalah-masalah utama yang melekat dengan 100LL. 94UL telah ditunjukkan untuk memenuhi spesifikasi Avgas, termasuk untuk tekanan uap, tetapi belum sepenuhnya diuji untuk kualitas ledakan di semua mesin Continental atau di bawah semua kondisi. Penerbangan pengujian telah dilakukan pada IO-550-B bertenaga Beechcraft Bonanza dan juga pengujian darat pada Continental O-200, 240, O-470 dan mesin O-520.
  •          G100UL

Pada Februari 2010 Modifikasi Penerbangan Umum mengumumkan bahwa mereka sedang dalam proses mengembangkan pengganti 100LL disebut G100UL, mengindikasikan "unleaded". Bahan bakar yang baru dibuat dengan memadukan produk kilang yang ada detonasi dan menghasilkan margin yang sebanding dengan ke 100LL. Bahan bakar yang baru sedikit lebih padat daripada 100LL, namun memiliki 3,5% lebih tinggi keluaran termodinamika. G100UL kompatibel dengan 100LL dan dapat dicampur dengan itu di dalam pesawat tangki untuk digunakan. Keekonomisan produksi bahan bakar baru ini belum dikonfirmasi tetapi diantisipasi bahwa biaya setidaknya tidak sebanyak 100LL.
  •      Penggunaan Lain

Di beberapa masyarakat terpencil di Australia di mana “menghirup bensin” telah endemik, bahan bakar mobil berupa bensin telah digantikan oleh avgas untuk digunakan di semua mobil. Tekanan uap bensin yang lebih rendah dan sedikit berbeda dengan avgas membuatnya kurang 'digunakan' sebagai inhalant. Hal ini terkait dengan aspek kesehatan pengguna dan lingkungan.

Sifat-Sifat Avgas
Sifat-sifat yang dimaksud di sini adalah sifat kimia maupun fisika dari Avgas yang menunjukkan tingkat kualitas produk tsb. yang tentunya telah dipersyaratkan dalam spesifikasi produk. Sifat-sifat avgas tersebut meliputi:

1. KENAMPAKAN (APPEARANCE) 
Apabila dilihat secara visual dengan mata telanjang, pada suhu sekeliling normal, avgas tampak jernih, tembus sinar, bebas dari air yang tidak terlarut, serta kotoran padat. Sifat ini penting untuk pengamatan pertama dilapangan sebelum avgas dicurigai rusak mutunya.
Diperiksa dengan ember putih (stainless steel atau aluminium) atau gelas beaker yang besar (2 liter)

2. SIFAT PEMBAKARAN & PENYALAAN
Sifat penyalaan dari avgas dinyatakan dengan knock rating dalam Octane Number (ON) atau angka oktan dan Performance Number (PN). Pengertian knocking, faktor – faktor penyebab terjadinya dan akibat knocking sama dengan di mogas .
Sebagai contoh: AVGAS 100/130
Artinya avgas tersebut apabila  diperiksa dengan mesin  CFR F–2 pada kondisi  lean mixture rating akan memberi angka oktan MON minimal 100 , dan pada pemeriksaan dengan  CFR F–4 pada take off condition (rich mixture rating)  akan  memberi PN minimal 130.
Pengertian Octane Number (ON)
ON suatu gasoline  99,5 artinya gasoline tersebut  dalam pengujiannya dengan mesin CFR F-2,  menunjukkan knock  rating yang sama  dengan bahan bakar standard  yang terdiri dari  99,5 % volume  iso oktan  dan 0,5 % volume normal heptan.
Pengertian  Performance Number (PN)
PN  suatu gasoline  130,  artinya gasoline tersebut  dalam pengujiannya dengan mesin CFR F-4,  menunjukkan  kenaikkan Indicated  Mean  Effective  Pressure  (IMEP)  sebesar  30 % diatas  IMEP  clear  iso octane .

3.SIFAT KEMUDAHAN MENGUAP 
Semua bahan bakar untuk mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) yang dinyalakan dengan busi, harus mudah diubah bentuknya dari fase cair dari tangki bahan bakar kedalam fase uap/gas didalam mesin untuk dibakar bersama udara.
Avgas tidak boleh terlalu sulit menguap dan  tidak boleh terlalu mudah menguap
Sifat kemudahan menguap gasoline ditentukan dengan pemeriksaan :
                1. Distilasi   ASTM
                2. Tekanan Uap Reid (RVP)
Spesifikasi distilasi ASTM lihat spesifikasi menurut Dirjen Migas.
RVP adalah tekanan yang ditimbulkan oleh fuel dalam bejana tertutup yang dipanaskan pada suhu 380 C (1000 F). RVP dari suatu fuel dapat dipakai untuk mengetahui kecenderungan untuk menguap, terkait dengan masalah vapor lock, kavitasi pompa dan losses.
RVP diperiksa dengan  ASTM D 323. Spesifikasi  RVP  at 37,80c (100 0 F)  :
              - minimum    38,0 kpa  (5,5 psi)
              - maksimum 49,0 kpa  (7,0 psi.).

4.SIFAT KESTABILAN DLM PENYIMPANAN 
Sifat kestabilan dalah ketahanan Avgas terhadap  terjadinya reaksi oksidasi  sehingga terbentuk gum.
Pembentukan gum diperiksa dengan dua sifat: 
- Existent gum (ASTM D381/IP131):  maksimum 3 mG /100 mililiter
- Oxidation stability (ASTM D873/IP 138):             
   a. Potential gum maks. 6 mg/100 ml      
   b. Gum Precipitate maks. 2 mg/100 ml.

5.SIFAT PENGKARATAN 
Sifat pengkaratan Avgas sama dengan sifat pengkaratan pada Mogas

6.SIFAT OPERASI PADA SUHU RENDAH

Freezing Point
Semakin tinggi terbang, suhu udara sekeliling semakin turun untuk daerah tropis, setiap kenaikan 1000 ft suhu turun 20 C), maka untuk penerbangan 30.000 ft di Indonesia suhu udara sekeliling  sekitar - 30 0C  dan untuk negara yang  beriklim dingin bisa lebih rendah lagi.  
Spesifikasi ditentukan freezing point maksimum -600 C.
Water Solubility
Didalam semua jenis produk minyak, walaupun sangat sedikit sekali selalu ada air yang terlarut didalamnya.  air yang terlarut dalam avigas  dapat mempengaruhi kinerjanya, yakni :
- Dapat terpisah sebagai air bebas (free water)yang pada suhu rendah akan membeku .
- Dapat mengusir keluar additives (dopes) yang ada dalam Avgas seperti TEL, topanol A dll. Sehingga ON/PN akan turun

Kelarutan air dalam avgas biasanya dikontrol sampai batas tertentu dengan menggunakan alat pemeriksa yang sederhana.  Untuk Avgas yaitu pemeriksaan Water Reaction (ASTM D 1094 / IP 289).  Persyaratannya adalah :
- Change in Volume maks 2 ml
- Interface Rating maksimum 2.




Spesifikasi Avgas



Spesifikasi Menurut Dirjen Migas



 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management