Total Tayangan Halaman

Senin, 18 Februari 2019

Konfigurasi Kilang Minyak


Kilang minyak merupakan tempat pengolahan minyak mentah (crude oil) menjadi produk-produknya seperti LPG, naphtha, kerosene, diesel, dan lain sebagainya. Konfigurasi antara kilang yang satu dan lainnya tentunya bisa saja berbeda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

  • Kualitas Minyak Mentah dan Crude Assay
Kualitas crude dunia kini semakin “berat”. Kilang yang ada harus memiliki fleksibilitas untuk mengolah crude dengan range titik didih yang lebih lebar dan fraksi yang lebih berat dengan dilengkapi unit upgrading (unit pengolahan produk fraksi berat, misalnya long residue) untuk menghasilkan produk fraksi ringan yang bernilai tinggi dari crude yang lebih murah. Selain dari segi keekonomian, fleksibilitas kilang juga akan menjamin kontinuitas ketersediaan bahan baku yang tentunya juga akan mempengaruhi produktivitas.
Kualitas crude yang akan diolah dapat dilihat dari crude assay-nya. Berdasarkan evaluasi crude assay itulah dapat diketahui kebutuhan unit proses serta konfigurasinya untuk dapat menghasilkan produk yang diharapkan.
Contoh Crude Assay Banyu Urip

  • Jenis Produk yang Diharapkan
Pada umumnya proses yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan H/C ratio (rasio hidrogen terhadap carbon) melalui proses hidrogenasi misalnya hydrotreating, hydrocracking, atau juga melalui carbon rejection seperti thermal cracking dan FCC. Sebagai contoh untuk mendapatkan produk fraksi naphtha dengan ON yang tinggi dari minyak umpan fraksi berat misal long residue ataupun short residue dapat diperoleh melalui proses pada unit FCC. 

Beberapa produk dengan kualitas tertentu juga dapat diperoleh melalui proses catalytic reforming, isomerization dan alkylation. Oleh karena itu jenis dan kualitas produk yang diharapkan akan sangat mempengaruhi pemilihan unit proses dan konfigurasi kilang yang akan dibuat.

  • Regulasi terkait Aspek Lingkungan
Spesifikasi yang membatasi kadar kontaminan pada produk misalnya sulfur saat ini semakin rendah. Hal ini tentunya membutuhkan perubahan severity atau desain dari unit hydroconversion untuk menghasilkan ultra low sulphur products. 
Selain produk, penanganan limbah pun juga semakin ketat dengan berkembangnya aturan aspek lingkungan terkait emisi dan limbah air.

Jumat, 03 Oktober 2014

6C Monthly Campaign (Competitive - Confident)

Sedang on fire ikutan 6C Monthly Campaign nih, beberapa karya yang dah di submit dan sukses penjurian di RU. Terinspirasi oleh orang-orang di sekitar saya (pengalaman pribadi) haha...Semoga bisa menginspirasi.

 (1st winner RU V Competitive Campaign)
(1st winner RU V Confident Campaign)

wait for the next values campaign....

Minggu, 16 Februari 2014

Refining Process Optimization (Part 1)

Optimalisasi pada proses pengolahan minyak bumi merupakan upaya untuk mencapai kondisi operasi yang optimal. Kondisi optimal berbeda dengan kondisi minimal ataupun maksimal. Biaya terendah dalam suatu proses produksi memanglah akan menjadi titik minimal pada kurva biaya namun belum tentu kondisi yang demikian adalah kondisi yang optimal. Produksi dengan volume produk yang terbanyak akan menjadi titik maksimal dalam kurva volume produksi, namun hal itu juga belum tentu menjadi kondisi optimal. Kondisi optimal diperoleh dari kombinasi beberapa variabel yang pada dasarnya memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lainnya di dalam suatu proses. Variabel-variabel tersebut satu sama lainnya saling mempengaruhi bahkan ada pula yang saling membatasi sehingga tidak akan mungkin menentukan titik optimum jika hanya memandang dari sisi salah satu variabel saja.

Contoh penentuan kondisi optimal adalah pada saat perancangan insulasi perpipaan. Variabel-variabel utama yang dipertimbangkan pada saat melakukan perancangan tersebut antara lain: ketebalan insulasi, heat loss, dan biaya. Keterkaitan antara ketiga variabel tersebut adalah sebagai berikut.

  • Ketebalan insulasi berbanding terbalik dengan heat loss, artinya semakin tebal insulasi pipa maka heat loss akan semakin kecil
  • Ketebalan insulasi berbanding lurus dengan biaya, artinya semakin tebal insulasi pipa maka biaya investasi akan semakin besar
Pada saat merancang insulasi sistem perpipaan, target utama yang diharapkan adalah kondisi operasi (temperatur) fluida di dalam pipa tetap terjaga dan tentunya memenuhi aspek safety (temperatur terluar insulasi yang diizinkan dalam kaitannya dengan keselamatan operator) namun dengan biaya yang seminimal mungkin. Target tersebut tentunya dianggap paling optimal karena telah memperhitungkan berbagai faktor. Rancangan insulasi yang telalu tebal memang akan meminimalkan heat loss namun biaya yang dibutuhkan pastinya akan terlalu besar. Sementara, jika rancangan insulasi terlalu tipis, memang akan diperoleh penghematan biaya, namun heat loss yang terjadi akan terlampau besar dan temperatur dinding terluar dari insulasi pipa yang terpapar ke udara akan terlalu tinggi sehingga akan membahayakan operator.


Proses optimalisasi tersebut dilakukan mulai dari tahap perencanaan, operasional, maupun manajerial sebagaimana terlihat dalam hirarki optimalisasi berikut ini.


Manajemen memegang kendali utama dalam upaya optimalisasi ini. Tiap-tiap departemen yang memiliki tugas masing-masing akan melakukan evaluasi dan optimalisasi terhadap kinerja suatu alat, proses tertentu, maupun proses yang terintegrasi misalnya penjadwalan maintenance, peningkatan performa alat, pemilihan material, pembiayaan, dan lain sebagainya. Pada akhirnya manajemenlah yang akan memberikan keputusan berkaitan dengan hal-hal tersebut.

Di tingkat operasional, berkaitan dengan peralatan dan proses, upaya optimalisasi ini memegang peranan sangat penting bagi tercapainya target produksi dan margin perusahaan. Pencapaian produksi yang sesuai target saja kadang belum menjamin tercapainya margin yang diharapkan. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya-upaya optimalisasi agar segala faktor yang berkaitan dalam proses produksi dapat terkontrol dan mampu memberikan hasil margin sebesar mungkin.

Proses optimalisasi dari segi operasional (peralatan dan proses) tentunya berbeda dengan proses evaluasi peralatan maupun proses. Proses evaluasi merupakan tahapan sistematis untuk mengukur sejauh mana kinerja dan efisiensi peralatan maupun proses dengan parameter pembandingnya adalah kondisi basis (pada umumnya kondisi desain). Sedangkan proses optimalisasi lebih mengarah pada pencarian kondisi optimum yang mampu dicapai oleh suatu peralatan maupun proses dengan menganalisis hubungan antar variabel proses satu dengan lainnya kemudian menentukan kombinasi variabel yang memberikan hasil yang paling maksimal yang mampu dicapai. Dari proses analisis variabel-variabel proses tersebut akan diketahui variabel mana yang akan memberikan hubungan positif terhadap pencapaian sasaran optimalisasi serta variabel mana yang akan memberikan hubungan negatif, serta faktor kendala atau pembatas dalam pencapaian sasaran optimalisasi yang mana hubungan antara variabel-variabel tersebut akan menghasilkan suatu daerah feasible dalam kurva optimalisasi.

Setiap model optimalisasi memiliki tiga komponen utama:

  1. Minimal satu fungsi objektif sebagai tujuan optimalisasi (misalnya: fungsi keuntungan, fungsi biaya, dll.)
  2. Fungsi persamaan sebagai pembatas
  3. Fungsi pertidaksamaan sebagai pembatas
Komponen kedua dan ketiga merupakan model dari proses maupun peralatan, sedangkan Komponen pertama terkadang disebut sebagai model keekonomian. Optimalisasi ini dapat diselesaikan dengan suatu solusi yang dapat dilaksanakan (feasible solution) yang mana kombinasi variabel pada kondisi optimum mampu memenuhi harapan dari komponen nomor 2 dan 3 dari grafik optimalisasi. 
Hasil penyelesaian optimalisasi ini sangat dipengaruhi oleh derajat kebebasan dari masalah yang ada. Derajat kebebasan = 0 (nol), jumlah variabel independent = jumlah variabel dependent akan memberikan 1 solusi. Solusi tersebut diperoleh dengan menyelesaikan persamanaan-persamaan yang ada dengan metode substitusi dan eliminasi. Pada pemecahan masalah optimalisasi yang mana komponen persamaan no. 2 dan 3 dalam bentuk persamaan nonlinear akan memberikan solusi lebih dari 1.


Berdasarkan grafik optimalisasi di atas, daerah layak (feasible region) terdiri atas garis yang dibatasi oleh dua batasan berupa fungsi pertidaksamaan. Solusi dari grafik optimalisasi tersebut merupakan kombinasi variabel yang mampu memenuhi harapan dari komponen fungsi no. 2 dan 3. Solusi tersebut juga akan memberikan hasil yang optimal bagi komponen fungsi pertama.

Tahapan Proses Optimalisasi
Secara umum, tahapan optimalisasi adalah sebagai berikut.
  1. Analisis proses untuk menentukan daftar variabel proses dan karakteristik proses
  2. Menentukan kriteria optimalisasi dan menentukan fungsi objektif sesuai variabel yang diperoleh pada tahap 1 guna menentukan model kinerja (dan keekonomian) suatu proses/peralatan.
  3. Membuat model matematis dari proses/peralatan yang akan dioptimalisasi kemudian identifikasi variabel bebas (independent) dan terikat (dependent) guna menentukan  derajat kebebasan (degree of freedom)
  4. Jika formulasi masalah memiliki scope yang terlalu luas, maka:
    • uraikan menjadi beberapa bagian
    • sederhanakan fungsi objektif
  5. Gunakan teknik optimalisasi yang sesuai dengan model matematis yang ada
  6. Periksa hasil dan uji sensitifitas hasil terhadap perubahan koefisien dari permasalahan dan asumsi yang ada
Abaikan variabel yang pengaruhnya kurang signifikan terhadap fungsi objektif. Hal ini dapat dilakukan dengan pertimbangan engineering ataupun dengan menggunakan analisis secara matematis untuk menentukan tingkat signifikansi masing-masing variabel. 





Sumber:
Optimization of Chemical Processes by Edgar
Refinery Optimization oleh Ir. Kardjono SA, M.T

Minggu, 02 Februari 2014

Spesifikasi Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin (Dirjen Migas)

Bensin merupakan bahan bakar mesin piston pembakaran dalam (internal combustion engine). Bensin dihasilkan dari fraksi naphta hasil distilasi minyak bumi. Dalam menghasilkan produk bensin, straight run naphta (hasil proses distilasi atmosferis) tidak hanya langsung keluar sebagai produk bensin namun masih akan mengalami  proses lanjutan yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan angka oktan dan kualitas pembakaran lainnya agar memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan. Salah satu proses yang jamak terdapat di berbagai unit pengolahan termasuk di kilang Pertamina adalah unit platforming. Pada unit platforming tersebut terjadi proses konversi komponen sweet naphta (naphta yang telah melalui proses hydrotreating) menjadi HOMC (High Octane Mogas Component) yang memiliki angka oktan hingga 98. Produk dari unit ini pada akhirnya akan dicampur (blending) dengan komponen mogas (bensin) lainnya yang memiliki oktan lebih rendah hingga diperoleh produk bensin sesuai grade yang telah ditetapkan oleh Dirjen Migas.

Pada perkembangannya, spesifikasi bahan bakar minyak jenis bensin di Indonesia mengalami beberapa perubahan khususnya untuk kandungan sulfur dan timbal. Berikut ini adalah data perkembangan spesifikasi bensin di Indonesia.

Berdasarkan keputusan Dirjen Migas Nomor: 3674 K/24/DJM/2006 standar dan mutu (spesifikasi) Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin terdiri atas Bensin 88, Bensin 91, dan Bensin 95. Semua spesifikasi bensin yang dimaksud merupakan bensin TT (Tanpa Timbal). Jenis bensin yang ada di pasaran saat ini meliputi Premium (setara dengan bensin 88), Pertamax (memiliki ON=92), dan Pertamax Plus (setara Bensin 95). Ketiga jenis bensin yang beredar di pasaran merupakan produk PT Pertamina (Persero) yang tentunya mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Dirjen Migas. Berikut adalah spesifikasi lengkap dari ketiga jenis bensin tersebut.



Berikut ini adalah perbandingan spesifikasi bensin di Indonesia dengan negara-negara lain di dunia.


Perkembangan spesifikasi di Indonesia tak lepas dari spesifikasi mogas dunia (terutama produk non-PSO) meskipun belum sama persis untuk saat ini. Perkembangan yang nyata dari spesifikasi tersebut adalah aspek eco-friendly yang semakin meningkat. Hal ini terlihat dari pembatasan pada beberapa kandungan mogas antara lain timbal, sulfur, benzena, aromatik, dan olefin. Pada saat ini, bensin yang beredar di Indonesia baru memiliki batasan untuk kandungan timbal, sulfur, dan aromatiknya. Benzena yang ditengarai bersifat karsinogenik untuk saat ini belum dibatasi. Begitu juga dengan kandungan olefin. Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa spesifikasi bahan bakar minyak jenis bensin di dunia semakin ketat. Hal ini tentunya perlu didukung dengan teknologi pengolahan minyak bumi yang semakin canggih guna menghasilkan produk dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.



Sumber:
http://prokum.esdm.go.id/kepdirjen/kepdjm-3674-2006.pdf
http://www.kpbb.org/makalah_ind/Kebijakan%20Penyediaan%20&%20Mutu%20Bahan%20Bakar%20Minyak%20untuk%20Kendaraan%20Bermotor.pdf

Rabu, 01 Januari 2014

Kompetisi Saving Energi 2013


Kompetisi Saving Energi pertamaku akhirnya usai sudah. Hasilnya, tim HCU A runner up best saving energy dikalahkan oleh plant tetangga HPU B. Aku cukup puas meskipun selama kompetisi berlangsung, aku lebih banyak berkutat dengan Common Facilities, tapi setidaknya poster ini jadi juara 1. Thanks buat rekan-rekan di tim HCU A, yang pada awalnya dianggap Underdog jika dibandingkan dengan tim HCU B rupanya kita bisa membuktikan bahwa kita juga BISA! Penilaiannya banyak, mulai dari presentasi, saving energi yang dilakukan, visual management, dan lain sebagainya. Wah pokoknya semangatnya epic banget lah, tim dari HCC merebut dua posisi tertinggi disusul tim dari HSC B. Semoga tahun depan bisa lebih baik lagi. Aamiin.

Kamis, 20 Juni 2013

Nelson Complexity Index

Nelson Complexity Index (NCI) merupakan ukuran relatif jumlah dan biaya relatif unit upgrading terhadap kapasitas unit distilasi. Indeks ini dikembangkan oleh Wilbur L. Nelson pada tahun 1960an guna mengukur biaya relatif komponen untuk mengembangkan suatu kilang. NCI membandingkan biaya pada berbagai unit upgrading, misalnya catalytic cracker ataupun reformer yang merupakan unit andalan kilang modern terhadap biaya yang diperlukan oleh Crude Distillation Unit (CDU).
Setelah minyak umpan diproses di CDU, sebagian komponen minyak akan diproses pada berbagai unit upgrading maupun unit-unit proses lainnya. Kapasitas kilang ditentukan berdasarkan kapasitas CDU-nya. NCI tersebut digunakan untuk menghitung biaya relatif berbagai unit upgrading berdasarkan kapasitas kilang.

Kapasitas kilang dinyatakan dalam dua jenis satuan, yakni Barrels per Calendar Day (BCD) dan Barrels per Stream Day (BSD). BCD menggunakan dasar jumlah hari kalender selama setahun kilang beroperasi. BSD menggunakan dasar 330 hari. Sehingga, pada umumnya nilai BSD 6% lebih besar dibandingkan BCD. Kapasitas kilang, pada berbagai situasi lebih lazim dinyatakan dalam BSD, meskipun jika disebutkan kapasitas kilang pada satuan BPD (Barrels per Day) kita tidak akan tahu apakah perhitungannya menggunakan calendar day atau stream day.

Pengaruh NCI Terhadap Biaya
Sebagai contoh di Amerika, rata-rata NCI kilang di sana adalah berkisar 10. Kilang dengan NCI sebesar 10 merupakan kilang dengan fasilitas unit konversi menengah. Kilang dengan NCI 12% membutuhkan biaya pembangunan 20% dibandingkan unit dengan kapasitas yang sama. Namun pada kenyataannya, NCI tidak memperhitungkan penggunaan kapasitas operasi dan juga usia kilang yang sebenarnya sangat mempengaruhi biaya dan operasional kilang itu sendiri. Setidaknya dengan adanya NCI, estimasi biaya dan value suatu kilang dapat dilakukan dengan mudah.

Duplikasi dan Skala Ekonomi
Nelson sangat berhati-hati dalam menentukan biaya kilang berkapasitas 50 MBSD dengan NCI sebesar 12%, tidak akan sama dengan kilang berkapasitas 100 MBSD dengan NCI sebesar 6%. Masih banyak faktor yang diperhitungkan. Informasi yang ada tidak menunjukkan jumlah unit yang dibutuhkan untuk proses tertentu. Unit proses yang kecil memiliki biaya konstruksi perunit yang relatif lebih tinggi. Nelson memperkirakan duplikasi dua buah unit dengan masing-masing kapasitas 40 MBSD dengan satu unit berkapasitas 80 MBSD akan meningkatkan biaya konstruksi sebesar 25%. Empat buah unit dibandingkan satu unit meningkatkan biaya konstrukis hingga 60% nya.
Berikut ini adalah perbandingan kompleksitas kilang di beberapa region. 

Nelson Complexity Index Kilang di Beberapa Regional
Berikut ini adalah perbandingan kompleksitas kilang di dunia.

Nelson Complexity Index Kilang di Dunia

Off Sites
Perhitungan kompleksitas di sini tidak memperhitungkan fasilitas off sites, seperti tangki timbun, tanah, perpipaan, terminal, dan utilities. Informasi-informasi tersebut jarang dipublikasikan. Meskipun sebenarnya Nelson telah mengevaluasi hubungan antara berbagai kilang yang berbeda dan fasilitas off sites yang terkait dan dikembangkan suatu hubungan agar secara empiris  dapat diperkirakan kompleksitas total suatu kilang termasuk di dalamnya kompleksitas proses dan juga off sites. Untuk itu, Nelson menambahkan faktor pengali terhadap sejumlah nilai kompleksitas sebagai berikut.
  • Untuk kompleksitas 3, gunakan faktor pengali 3,25 untuk total kompleksitas sebesar 9,8.
  • Untuk kompleksitas 4, gunakan faktor pengali 2,70 untuk total kompleksitas sebesar 10,8.
  • Untuk kompleksitas 6, gunakan faktor pengali 2,26 untuk total kompleksitas sebesar 13,6.
  • Untuk kompleksitas 10, gunakan faktor pengali 1,96 untuk total kompleksitas sebesar 19,6.   
  • Untuk kompleksitas 16, gunakan faktor pengali 1,77 untuk total kompleksitas sebesar 28,3.

Meskipun demikian kompleksitas total seperti ini jarang digunakan, kebanyakan kilang masih fokus terhadap kompleksitas proses yang disebut sebagai indeks kompleksitas Nelson tersebut (NCI). Perhitungan tersebut berimplikasi pada suatu kilang grassroots dengan indeks 10, biaya untuk off sites akan bersaing dengan unit proses (unit distilasi dan upgrading).

Produk Kilang

Salah satu kelebihan dari kilang dengan tingkat konversi yang tinggi (ditunjukkan dengan NCI yang tinggi) adalah menghasilkan produk dengan nilai yang lebih tinggi. Residue dan produk lain yang secara ekonomis dan pemanfaatannya rendah, dikonversi menjadi produk-produk dengan fraksi hidrokarbon yang lebih rendah dengan nilai produk yang lebih tinggi.
Sementara kilang dengan indeks kompleksitas 3-5 mengalami defisit produk secara volumetrik, misalnya dari intake sebesar 100 MBCD, diperoleh hasil produk sejumlah 95 MBCD. Nilai tambah dan pertambahan kuantitas volumetrik produk merupakan basis penetapan dan pemilihan proses konversi dengan unit upgrading.
Berikut ini adalah tipikal produk berdasarkan klasifikasi NCI.
  • Konversi Rendah (NCI = 2-3)-20% gasolin, 35% middle distillates, 30% fuel oil, 10% produk lainnya (termasuk refinery gas, LPG, solvent, coke, lubes, wax, dan bitumen), dan 5% loss
  • Konversi Menengah (NCI = 5-6)-30% gasolin, 30% middle distillates, 30% fuel oil, 15% produk lain, dan 5% gain
  • Konversi tinggi (NCI = 9-10+)-50% gasolin, 30% middle distillates, 15% fuel oil, 15% produk lain, 10% gain

Pengembangan di Masa Mendatang

Melihat perkembangan di dunia refining selama ini, diketahui bahwa total kapasitas kilang di seluruh dunia mencapai kurang lebih 74 juta BCD dengan Indeks Kompleksitas Keseluruhan berkisar 5,9. Tren peningkatan kemampuan konversi pada berbagai kilang akan meningkatkan indeks kompleksitas tersebut sehingga pemenuhan kebutuhan pasar dunia akan produk dengan fraksi hidrokarbon ringan dapat terpenuhi. Penggunaan kapasitas kilang (kurang dari 70% pada awal 1980-an) sudah mencapai 87% pada awal 1990-an. Hal ini ke depannya akan terus meningkat seiring meningkatnya efisiensi produksi kilang. Namun tetap saja permasalahan yang dihadapi kilang grassroots adalah rendahnya margin produksi. Inilah tantangan ke depannya bagi dunia refining.

source: Reliance Industries Limited – Nelson Complexity Index

contoh perhitungan Nelson Complexity Index

 Source: En*Vantage & OGJ presented in the 16th Annual PFAA Conference November 12, 2009

References:
David C. Johnston,Daniel Johnston, Intorduction To Oil Company Financial Analysis
Reliance Industries Limited – Nelson Complexity Index
Catatan Kuliah Refinery IV


Selasa, 18 Juni 2013

Produk Migas - Overview

Produk migas merupakan semua produk turunan dari minyak bumi yang telah mengalami serangkaian proses pengolahan. Secara garis besar, proses pengolahan minyak bumi dibagi dalam tiga kelompok proses, yakni separasi, konversi, dan treating. Proses separasi merupakan proses pemisahan secara fisika fraksi-fraksi penyusun minyak bumi menjadi produk sesuai karakteristik minyak bumi yang diolah. Proses konversi merupakan proses lanjutan dari proses separasi yang mengolah minyak umpan yang kurang bernilai menjadi produk-produk yang lebih bernilai ekonomis. Pada reaksi konversi terjadi pengubahan struktur hidrokarbon penyusun minyak bumi. Proses treating merupakan proses perbaikan mutu produk migas. Dengan proses ini, produk yang dihasilkan dari proses separasi maupun proses konversi yang masih belum memenuhi spesifikasi misalnya karena kandungan impurities yang melebihi batasan dapat diperbaiki kualitasnya sehingga memenuhi spesifikasi produk yang dipersyaratkan.

Unit separasi yang selalu ada di suatu kilang adalah unit distilasi. Pada unit ini, proses pemisahan fraksi minyak bumi terjadi. Minyak bumi yang awalnya dipanaskan hingga temperatur tertentu akan dialirkan dalam suatu kolom distilasi yang dilengkapi dengan tray dan sistem draw off. Prinsip pemisahan yang terjadi pada tray di dalam kolom distilasi adalah berdasarkan kesetimbangan uap dan kesetimbangan massa. Akan terjadi transfer masa dan transfer panas dari fase liquid dan uap umpan yang masuk kolom distilasi. Tiap-tiap komponen hidrokarbon memiliki tekanan uap dan komposisi yang berbeda-beda. Hal inilah yang akan menimbulkan terjadinya pemisahan fraksi. Kelompok hidrokarbon (fraksi) yang memiliki titik didih lebih rendah dari temperatur suatu tray, maka fraksi tersebut akan berada pada fase uap dan bergerak ke tray di atasnya. Fraksi yang titik embunnya sama dengan temperatur suatu tray akan berupa fase liquid pada tray tersebut dan akan keluar menjadi produk melalui draw off.

Untuk mempertajam pemisahan fraksi minyak bumi di dalam kolom fraksinasi, dibutuhkan pengaturan kondisi operasi yang tepat. Variabel proses yang paling menentukan antara lain temperatur tiap tray, flow cold reflux, hot reflux, maupun internal reflux, tekanan kolom, temperatur kondenser dan reboiler. Pengaturan temperatur tray ditentukan berdasarkan profil kurva distilasi EFV minyak umpan. Pengaturan temperatur tray sangat mempengaruhi cutting range produk yang dihasilkan. Berikut ini tipikal cutting range fraksi produk migas.


Untuk perancangan dan pengaturan kondisi operasi di dalam kolom distilasi akan dibahas pada kesempatan yang lain.

Di dalam suatu unit pengolahan minyak bumi, dikenal istilah raw materials, intermediate products, dan finished products. Raw materials merupakan bahan baku dalam hal ini minyak bumi/crude oil atau disebut juga sebagai feedstock. Intermediate products merupakan produk antara atau produk dari suatu proses yang akan diproses dengan suatu proses lanjutan sebelum menjadi produk jadi siap jual. Finished products merupakan produk akhir pengolahan minyak bumi yang siap untuk dijual. Masing-masing jenis produk dan bahan baku tersebut memiliki spesifikasi masing-masing yang mana satu sama lainnya saling berkaitan. Perubahan kualitas feedstock dapat mempengaruhi intermediate products dan finished products setidaknya dibutuhkan perubahan perlakuan/kondisi operasi supaya kualitas produk tetap memenuhi spesifikasi. Oleh karenanya, dibutuhkan inspeksi secara berkesinambungan terhadap kualitas masing-masing feedstock dan produk.

Pengujian sifat minyak bumi dan produknya bergantung kebutuhan feedstock dan produk itu sendiri. Untuk feedstock unit distilasi berikut ini adalah beberapa pengujian yang harus dilakukan.
  • Carbon residue, asphaltene content
  • Density (Specific Gravity)
  • Distillation
  • Light Hydrocarbons
  • Metallic Constituents
  • Salt Content
  • Sulfur Content
  • Viscosity & Pour Point
  • Water & Sediment
  • Wax Content
  • Pengujian lainnya (RVP, Acid number, aniline point, dll.)


References:
James G. Speight, 2002, Handbook of Petroleum Product Analysis, John Willey & Sons, Inc. Publication
Catatan Kuliah Refinery I

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management