Total Tayangan Halaman

Selasa, 30 Oktober 2012

Hydrocracking Process (Part 1)

Sebenarnya telat ini postingnya, harusnya overview proses hydrocracking dulu baru bahas masalah HPNA. Tapi berhubung lagi “urgent” karena dapat PR dari senior, buru-buru deh buka materi dan ngubek-ubek koleksi e-book lagi buat nyari data mengenai HPNA. Nah kali ini saya mau review dan belajar lagi tentang hydrocracker. 

Hydrocracking merupakan proses pengolahan migas secara katalitis yang terbilang serba guna, dapat meng-upgrade umpan dalam fraksi distilat (Atmosferic Gas Oil, Heavy Vacuum Gas oil maupun Coker Gas Oil) menjadi fraksi-fraksi produk yang lebih bernilai ekonomis. Keserbagunaan hydrocracking ini tidak lepas dari fleksibilitas jenis umpan, pemilihan katalisator, dan mode produksi  yang diharapkan. Jenis katalisator untuk hydrocracking sangat beragam. Hal ini insyaallah akan dibahas pada posting berikutnya. Secara umum, kondisi operasi hydrocracker meliputi Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) 0,5 – 2,0; sirkulasi H2 5000 – 10000 SCFB (850 – 1700 Nm3/m3); tekanan parsial H2 1500 – 2000 psia (103-138 bar); dan rentang Start of Run (SOR) temperature antara 675oF – 725oF (357 – 385oC).

Sejarah
Unit hydrocracker komersial pertama kali dibangun di Chevron’s Rischmond CA Refinery pada tahun 1960. Hydrocracking ini merupakan salah satu proses konversi hidrokarbon tertua selama perkembangan teknologi petroleum refining. Hydrocracking sendiri sebenarnya awalnya sudah didesain dan diterapkan untuk konversi batu bara pada tahun 1915 di Jerman. Unit hidrogenasi brown coal pertama terdapat di Leuna, Jerman sejak tahun 1927 dan sudah menggunakan teknologi proses hydrocracking komersial.

Pada pertengahan 1950-an, industri mobil memproduksi mobil dengan tingkat performa yang mensyaratkan rasio kompresi mesin yang tinggi. Tentunya kebutuhan angka oktan bahan bakar juga harus lebih tinggi. Hal ini pulalah yang memicu semakin pesatnya perkembangan teknologi hydrocracking. Fleksibilitas unit hydrocracker yang memungkinkan berproduksi dengan mode yang berbeda-beda dengan jenis katalis dan kondisi operasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan refinery tersebut. Pada akhir 1950-an, yang mana terjadi reformasi besar-besaran dalam dunia transportasi pascaperang dunia II yakni penggunaan mesin diesel pada kereta yang awalnya memanfaatkan tenaga steam dan juga adanya peningkatan kebutuhan jet fuel untuk bahan bakar pesawat terbang.

Pada tahun 1960-an, perkembangan teknologi hydrocracking semakin pesat seiring penemuan katalis zeolit untuk hydrocracker. Peningkatan yang signifikan terlihat pada pemakaian katalis berbahan dasar zeolit dibandingkan yang sebelumnya menggunakan katalis amorphous antara lain aktivitas yang lebih tinggi, toleransi amonia yang lebih besar, dan selektivitas terhadap gasolin yang lebih tinggi. Pada tahun 1970-an, mode produksi yang awalnya berorientasi untuk menghasilkan gasolin dengan ON yang tinggi, mulai beralih ke produk middle distillates. Katalis amorphous-pun kembali banyak digunakan meskipun pada masa itu mulai dikembangkan katalis yang lebih fleksibel yang mampu menghasilkan produk dengan mode yang berbeda dengan mengubah kondisi operasinya. Pada awal tahun 2001, lebih dari 150 hydrocracker beroperasi di seluruh dunia dengan total kapasitas lebih dari 3800000 B/D (500000 MT/D).

Blok Diagram
Berbagai lisensor proses yang mengembangkan teknologi hydrocracking ini mengembangkan flow scheme proses yang berbeda namun secara umum dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni single stage dan two stage.

Single stage once-through hydrocracking


 Block diagram di atas menunjukkan skematik proses single stage once-through hydrocracking yang merupakan konfigurasi unit hydrocracking yang paling sederhana. Campuran minyak umpan dan hidrogen memasuki reaktor. Kemudian effluent reaktor difraksinasi di dalam sebuah fraksinator dengan bottom product berupa unconverted oil. Konfigurasi unit proses ini adalah konfigurasi unit hydrocracking yang membutuhkan biaya paling sedikit. Meskipun demikian, konfigurasi unit proses ini mampu mengolah umpan fraksi berat dengan boiling range yang tinggi dan menghasilkan unconverted oil dengan kualitas yang baik yang dapat dijadikan sebagai umpan unit FCC, ethylene plants maupun Lube Oil Plant. Secara umum, konversi dapat berkisar 60-70 % volume bahkan hingga 90 % volume.
Single stage with recycle hydrocracking
Unit hydrocracking yang paling banyak ditemui adalah unit dengan konfigurasi single stage with recycle. Fresh feed dan hidrogen memasuki reaktor setelah dipanaskan hingga mencapai temperatur reaksi melalui sejumlah preheater dan heater. Effluent reaktor dipisahkan dalam sebuah separator, di mana hidrogen dialirkan kembali ke sistem reaktor dengan tambahan make up hydrogren. Fraksi liquid yang terpisah di dalam separator dialirkan dalam sebuah fraksinator di mana bottom product-nya fraksinator tersebut sebagai unconverted oil. Pada unit single stage hydrocracker dengan recycle ini, unconverted oil akan diumpankan kembali ke dalam reaktor bersama fresh feed.



Pada perkembangannya, unit hydrocracker dengan konfigurasi single stage dengan recycle ini dikembangkan menjadi konfigurasi dengan dua buah reaktor. Berikut ini adalah contoh flow diagram unit hydrocracker single stage tipikal.



Two stage recycle hydrocracking
Konfigurasi two stage recycle hydrocracking juga banyak digunakan khususnya untuk unit-unit dengan kapasitas yang besar. Pada unit dengan two stage, reaksi hydrotreating dan cracking terjadi pada stage pertama. Effluent dari stage pertama dipisahkan dan difraksinasikan dengan unconverted oil-nya. Unconverted oil hasil fraksinasi dikirim ke reaktor stage kedua dan hasilnya bergabung dengan effluent reaktor stage pertama. Skema sederhana unit hydrocracking dua stage adalah sebagai berikut.



 Separate hydrotreat two stage hydrocracking
Variasi dari konfigurasi dua stage dengan sirkulasi hydrogen adalah separate hydrotreat hydrocracking. Dengan konfigurasi ini, sirkulasi hidrogen terpisah, sehingga memungkinkan terjadinya operasi pada stage kedua dengan kadar hydrogen sulphide (dan amonia) nil (sangat sedikit).




Referensi:
David S. J. “Stan” Jones and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing, Netherland: Springer


0 komentar :

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management