Steam Cracking merupakan salah satu proses
dalam industri petrokimia yang memecah rantai hidrokarbon jenuh menjadi rantai
hidrokarbon tak jenuh dengan jumlah atom karbon (C) yang lebih sedikit. Proses
ini merupakan metode dasar dalam industri untuk memproduksi alkena yang lebih
ringan atau yang biasa disebut olefin termasuk di dalamnya etena atau yang
sering disebut etilena dan juga propena atau propilena.
Etilena dan propilena merupakan senyawa kimia yang sangat penting,
penyusun 50-60% dari semua senyawa kimia organik. Tetapi karena tingkat
reaktivitasnya yang sangat tinggi, keberadaan olefin di dalam gas alam hanya
dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itulah, senyawa-senyawa tersebut
harus dihasilkan melalui proses cracking. Sementara C4 olefin banyak
dihasilkan melalui proses catalytic cracking (kecuali butadiena).
Di dalam proses steam cracking ini hidrokarbon,
baik dalam fase gas maupun cair sebagai umpan proses misalnya nafta, LPG,
maupun etana dicampur dengan steam dan dipanaskan di dalam furnace tanpa adanya
gas oksigen dalam campuran tersebut. Biasanya, temperatur reaksi ini sangat
tinggi, yakni sekitar 850o Celcius tetapi reaksi yang berlangsung harus
benar-benar memperhatikan faktor safety. Dalam cracking furnace modern, waktu
tinggal (residence time) dapat diminimalisasikan hingga hitungan milisekon
menghasilkan kecepatan gas yang lebih cepat dibandingkan kecepatan suara guna
meningkatkan yield proses. Setelah temperatur cracking tercapai, gas yang
terbentuk akan mengalami quenching untuk menghentikan reaksi cracking yang
berlangsung sebelum memasuki heat exchanger.
Produk yang dihasilkan dalam reaksi tersebut
bergantung pada komposisi umpan, rasio antara hidrokarbon dan steam serta
temperatur cracking, dan waktu tinggal (residence time) di dalam furnace.
Umpan hidrokarbon ringan seperti etana, LPG,
maupun light naphta menghasilkan stream produk yang kaya alkena rantai pendek
termasuk etilena, propilena, dan butadiena. Umpan hidrokarbon yang lebih berat
(heavy naphta, kerosin, dll.) menghasilkan produk yang sama, tetapi dihasilkan
juga produk yang berupa hidrokarbon aromatik dan juga rantai hidrokarbon yang
umum terdapat di dalam produk gasolin dan juga fuel oil. Temperatur cracking
yang lebih tinggi (atau yang biasa disebut severity) akan meningkatkan produksi
etena dan benzena. Sebaliknya, severity yang lebih rendah akan menghasilkan
produk propena, hidrokarbon C4 dan produk liquid yang lebih banyak.
Proses tersebut juga menghasilkan deposit berupa coke, yang juga merupakan
senyawa karbon yang biasa menempel pada dinding reaktor.
Keberadaan coke tersebut dapat menurunkan
efisiensi dari reaktor itu sendiri, sehingga kondisi reaktor didesain untuk
meminimalisasi pembentukan coke tersebut. Di samping itu, suatu cracking
furnace juga terkadang hanya mampu beroperasi dalam beberapa bulan saja sebelum
akhirnya harus silakukan proses de-coking. Proses de-coking dilakukan dengan
menghentikan operasi furnace, kemudian mengalirkan sejumlah campuran steam dan
udara ke dalam coil di dalam furnace. Proses ini akan mengubah senyawa carbon
padat yang membentuk lapisan kerak di dinding coil menjadi karbon monoksida
(CO) dan karbon dioksida (CO2). Setelah proses de-coking ini
selesai, furnace siap beroperasi kembali.
I.
PROSES
Umpan utama steam cracking adalah LPG (C3H8+C4H10) dan
NGL (C2H6, LPG, light naphta).
Semua olefin dilihat dari termodinamikanya memiliki
sifat yang tidak stabil karena mudah bereaksi dan membentuk coke. Oleh karena
itu untuk mengatur jumlah produk dan macam produk yang dihasilkan dari proses
ini, maka jalannya proses dikontrol dengan mengatur parameter kinetik proses.
Pengaturan tersebut meliputi tiga variabel pokok yang sangat mempengaruhi
proses steam cracking ini, yaitu:
a.
Temperatur
Pada suhu
400o C, rantai hidrokarbon mengalami pemutusan rantai pada ikatan di
tengah-tengah molekul. Dengan meningkatkan temperatur, pemutusan rantai terjadi
semakin pada ikatan yang mendekati ujung molekul, menghasilkan produk yang
memiliki berat molekul yang lebih kecil dan jumlah yang lebih banyak, serta
memungkinkan efisiensi waktu untuk residence time yang lebih singkat.
b.
Residence Time (waktu tinggal)
Waktu
tinggal (residence time) yang singkat menghasilkan pembentukan olefin yang
lebih banyak. Sementara itu, jika waktu tinggalnya meningkat, maka akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya secondary reaction, seperti pembentukan
coke dan oligomerization.
c.
Hydrocarbon Pressure (tekanan hidrokarbon)
Pembentukan olefin yang memiliki berat molekul yang
rendah akan meningkatkan tekanan. Oleh karena itu, reaksi diharapkan
berlangsung dalam tekanan yang rendah. Penambahan steam dilakukan selama proses
berlangsung guna
menurunkan tekanan parsial dari hidrokarbon dan juga untuk menurunkan
pembentukan coke.
Aliran proses terjadi ketika umpan hidrokarbon
dipanaskan dengan steam hingga 1050o C dan mengalir ke dalam tube
reaktor Cr-Ni. Produk yang telah mengalami perengkahan keluar dari reaktor
secara cepat pada temperatur 850o C. Produk dipisahkan dari H2S dan
CO2 yang masih terkandung di dalamnya, kemudian dikeringkan. Komponen C2 dan C3
dipisahkan dalam temperatur yang rendah melalui distilasi bertekanan. Komponen
C4 dipisahkan dengan reaksi kimia karena titik didihnya yang berdekatan.
[Dirangkum dari berbagai sumber]
See also:
0 komentar :
Posting Komentar