Total Tayangan Halaman

Rabu, 05 Juni 2013

Steam Cracking - Part 1

Steam Cracking merupakan salah satu proses dalam industri petrokimia yang memecah rantai hidrokarbon jenuh menjadi rantai hidrokarbon tak jenuh dengan jumlah atom karbon (C) yang lebih sedikit. Proses ini merupakan metode dasar dalam industri untuk memproduksi alkena yang lebih ringan atau yang biasa disebut olefin termasuk di dalamnya etena atau yang sering disebut etilena dan juga propena atau propilena.
Etilena dan propilena merupakan senyawa kimia yang sangat penting, penyusun 50-60% dari semua senyawa kimia organik. Tetapi karena tingkat reaktivitasnya yang sangat tinggi, keberadaan olefin di dalam gas alam hanya dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itulah, senyawa-senyawa tersebut harus dihasilkan melalui proses cracking. Sementara C4 olefin banyak dihasilkan melalui proses catalytic cracking (kecuali butadiena).
Di dalam proses steam cracking ini hidrokarbon, baik dalam fase gas maupun cair sebagai umpan proses misalnya nafta, LPG, maupun etana dicampur dengan steam dan dipanaskan di dalam furnace tanpa adanya gas oksigen dalam campuran tersebut. Biasanya, temperatur reaksi ini sangat tinggi, yakni sekitar 850o Celcius tetapi reaksi yang berlangsung harus benar-benar memperhatikan faktor safety. Dalam cracking furnace modern, waktu tinggal (residence time) dapat diminimalisasikan hingga hitungan milisekon menghasilkan kecepatan gas yang lebih cepat dibandingkan kecepatan suara guna meningkatkan yield proses. Setelah temperatur cracking tercapai, gas yang terbentuk akan mengalami quenching untuk menghentikan reaksi cracking yang berlangsung sebelum memasuki heat exchanger.
Produk yang dihasilkan dalam reaksi tersebut bergantung pada komposisi umpan, rasio antara hidrokarbon dan steam serta temperatur cracking, dan waktu tinggal (residence time) di dalam furnace.
Umpan hidrokarbon ringan seperti etana, LPG, maupun light naphta menghasilkan stream produk yang kaya alkena rantai pendek termasuk etilena, propilena, dan butadiena. Umpan hidrokarbon yang lebih berat (heavy naphta, kerosin, dll.) menghasilkan produk yang sama, tetapi dihasilkan juga produk yang berupa hidrokarbon aromatik dan juga rantai hidrokarbon yang umum terdapat di dalam produk gasolin dan juga fuel oil. Temperatur cracking yang lebih tinggi (atau yang biasa disebut severity) akan meningkatkan produksi etena dan benzena. Sebaliknya, severity yang lebih rendah akan menghasilkan produk propena, hidrokarbon C4 dan produk liquid yang lebih banyak. Proses tersebut juga menghasilkan deposit berupa coke, yang juga merupakan senyawa karbon yang biasa menempel pada dinding reaktor.
Keberadaan coke tersebut dapat menurunkan efisiensi dari reaktor itu sendiri, sehingga kondisi reaktor didesain untuk meminimalisasi pembentukan coke tersebut. Di samping itu, suatu cracking furnace juga terkadang hanya mampu beroperasi dalam beberapa bulan saja sebelum akhirnya harus silakukan proses de-coking. Proses de-coking dilakukan dengan menghentikan operasi furnace, kemudian mengalirkan sejumlah campuran steam dan udara ke dalam coil di dalam furnace. Proses ini akan mengubah senyawa carbon padat yang membentuk lapisan kerak di dinding coil menjadi karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Setelah proses de-coking ini selesai, furnace siap beroperasi kembali.
       I.            PROSES
Umpan utama steam cracking adalah LPG (C3H8+C4H10) dan NGL (C2H6, LPG, light naphta).
Semua olefin dilihat dari termodinamikanya memiliki sifat yang tidak stabil karena mudah bereaksi dan membentuk coke. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah produk dan macam produk yang dihasilkan dari proses ini, maka jalannya proses dikontrol dengan mengatur parameter kinetik proses. Pengaturan tersebut meliputi tiga variabel pokok yang sangat mempengaruhi proses steam cracking ini, yaitu:
a.      Temperatur
Pada suhu 400o C, rantai hidrokarbon mengalami pemutusan rantai pada ikatan di tengah-tengah molekul. Dengan meningkatkan temperatur, pemutusan rantai terjadi semakin pada ikatan yang mendekati ujung molekul, menghasilkan produk yang memiliki berat molekul yang lebih kecil dan jumlah yang lebih banyak, serta memungkinkan efisiensi waktu untuk residence time yang lebih singkat.
b.      Residence Time (waktu tinggal)
Waktu tinggal (residence time) yang singkat menghasilkan pembentukan olefin yang lebih banyak. Sementara itu, jika waktu tinggalnya meningkat, maka akan meningkatkan kemungkinan terjadinya secondary reaction, seperti pembentukan coke dan oligomerization.
c.       Hydrocarbon Pressure (tekanan hidrokarbon)
Pembentukan olefin yang memiliki berat molekul yang rendah akan meningkatkan tekanan. Oleh karena itu, reaksi diharapkan berlangsung dalam tekanan yang rendah. Penambahan steam dilakukan selama proses berlangsung guna menurunkan tekanan parsial dari hidrokarbon dan juga untuk menurunkan pembentukan coke.





Aliran proses terjadi ketika umpan hidrokarbon dipanaskan dengan steam hingga 1050o C dan mengalir ke dalam tube reaktor Cr-Ni. Produk yang telah mengalami perengkahan keluar dari reaktor secara cepat pada temperatur 850o C. Produk dipisahkan dari H2S dan CO2 yang masih terkandung di dalamnya, kemudian dikeringkan. Komponen C2 dan C3 dipisahkan dalam temperatur yang rendah melalui distilasi bertekanan. Komponen C4 dipisahkan dengan reaksi kimia karena titik didihnya yang berdekatan. 
Mekanisme Steam Cracking meliputi reaksi-reaksi seperti yang contoh reaksi pada uraian berikut ini.

[Dirangkum dari berbagai sumber]



See also:

0 komentar :

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management