Total Tayangan Halaman

Sabtu, 15 Juni 2013

Reciprocating Compressors: Operation & Troubleshooting (Part 3)

Prinsip Kerja Kompresor Reciprocating

Reciprocating compressors merupakan tipe kompresor positive displacement yang paling banyak digunakan di berbagai industri. Reciprocating compressors bekerja dengan prinsip yang sama dengan sebuah pompa sepeda yaitu dengan memanfaatkan kompresi piston terhadap sejumlah gas yang terjebak dalam suatu silinder menghasilkan gas bertekanan. Pada dasarnya terdapat dua tipe Reciprocating compressors berdasarkan cara kerjanya.
  • Single acting, kompresi terjadi pada salah satu ujung silinder
  • Double acting, kompresi terjadi pada kedua ujung silinder.

Kompresor reciprocating dengan double acting lebih banyak digunakan.


Suatu Reciprocating compressors bekerja dengan mengubah gerak rotasi shaft menjadi gerak reciprocating/linear dengan suatu crankshaft, crosshead, dan connecting rod di antara keduanya. Salah satu ujung connecting rod dipasang pada crankshaft dan ujung satunya pada crosshead. Hal ini memungkinkan terjadinya gerakan linear crosshead ketika crankshaft berputar.


Gambar di atas menunjukkan suatu kompresor reciprocating  dengan susunan “V”. Intake/suction dan  discharge valve pada bagian atas dan bawah silinder tersebut pada dasarnya merupakan suatu check valve. Sehingga hanya memungkinkan gas mengalir dengan satu arah. Gerakan piston ke bagian atas silinder menghasilkan tekanan vacuum pada bagian bawah silinder. Beda tekanan antara tekanan di dalam silinder dengan pada sistem suction menyebabkan suction valve membuka dan gas mengalir dari sistem intake/suction ke dalam silinder. Pada langkah selanjutnya, gas yang masuk ke silinder akan ditekan oleh piston sehingga tekanan gas meningkat. Ketika tekanan gas di dalam silinder melebihi tekanan sistem discharge, maka discharge valve akan membuka dan gas yang telah terkompresi mengalir dari silinder ke sistem discharge. Jika kompresi terjadi hanya pada salah satu ujung silinder, maka kompresor seperti itu disebut single acting reciprocating compressor. Sedangkan jika kompresi terjadi pada kedua ujung silinder, maka disebut double acting reciprocating compressor.

Kapasitas Kompresor
Karena fluida yang dikompresi merupakan fluida yang bersifat “elastis” atau dapat mengembang dan menyusut, maka kapasitas kompresor sangat bergantung pada tekanan sistem. Sebagai ilustrasi, dua buah kompresor yang identik, dengan tekanan suction yang sama, kapasitasnya akan lebih besar pada kompresor yang tekanan discharge-nya 50 psi dibandingkan kompresor yang tekanan discharge-nya 100 psi. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk melakukan rating kompresor untuk suatu kapasitas tertentu. Satu-satunya cara praktis yang dapat diterapkan adalah melakukan rating kompresor berdasarkan Piston Displacement.

Piston Displacement
Piston displacement adalah volume gas sebenarnya yang dipindahkan oleh piston kompresor pada rated machine speed, yakni selama piston bergerak sepanjang stroke piston dari bottom dead center hingga top dead center.



Stroke piston keseluruhan serta volume yang dipindahkan sebenarnya ditunjukkan oleh pergerakan piston dari titik B-H. Volume tersebut dinyatakan dalam cubic feet per menit (cufm). Untuk kompresor multistage, PD keseluruhan ditentukan oleh PD stage yang pertama.

Berikut ini adalah formula menghitung PD:

Perhitungan PD untuk single acting



Perhitungan PD untuk double acting


Persamaan tersebut sangat praktis karena untuk beberapa kompresore reciprocating memiliki stroke, speed, dan ukuran rod yang standar. Oleh karena itu, persamaan ini dapat disusun ulang dengan suatu konstanta dari nilai tersebut untuk setiap unit yang spesifik dan hanya perlu menambahkan AHE saja untuk memperoleh PD baik untuk single acting maupun double acting.

Kurva kompresi yang lebih mewakili proses kompresi yang sebenarnya yaitu kurva AOBFH. Pada area AOB, terjadi losses fluida melalui lubang intake dan suction valve. Pada EFH, losses terjadi pada lubang dan discharge valve. Semakin besar area tersebut, maka losses 

fluida yang terjadi akan semakin besar dan tenaga (horsepower) yang dibutuhkan juga semakin besar.
Dari kurva tersebut, garis BF menunjukkan ada sejumlah kecil gas yang hilang (losses) secara kontinyu dikarenakan  adanya gas yang lolos (slip) melalui piston ring maupun valve. Gas yang lolos tersebut juga menerima kerja namun tidak teralirkan ke sistem discharge. Selain itu ditengarai juga terjadi slip pada discharge valve yang memungkinkan gas dari sistem discharge kembali ke dalam silinder. Gas yang lolos tersebut akan dikompresi kembali dan dialirkan ke sistem discharge. Oleh karena itu, titik E pada kurva tidak akan pernah ada pada kompresi yang mana slip yang terjadi sudah melebihi batas normalnya. Hal itu terjadi karena beberapa alasan berikut terkait dengan fluid losses pada proses kompresi:
  • Dibutuhkan intake gas yang lebih besar untuk mengkompensasi piston ring dan valve slip
  • Daya yang dibutuhkan kompresor lebih besar karena kerja tetap dilakukan pada gas yang terjebak tersebut yang secara akumulasi merupakan bagian dari loss capacity
  • Diperlukan kerja kompresi dan pemindahan kembali gas dari sisi discharge yang kembali ke silinder karena adanya discharge valve slip
  • Efek dari proses pendinginan dari cylinder jacket karena proses pendinginan menyebabkan penyusutan volume gas sehingga titik F akan bergeser ke kiri, meskipun besarnya losses tidak sesignifikan ketiga faktor sebelumnya.


Meskipun demikian, faktor ke-4, efek pendinginan pada silinder  tersebut dapat menghemat penggunaan power karena daya yang dibutuhkan akan berkurang.



References:
1. Heinz P. Bloch and John J. Hoefner, 1996, Reciprocating Compressor Operation & Maintenance, Gulf Professional Publishing
2. Catatan Kuliah Refinery II

See also:

0 komentar :

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management