Total Tayangan Halaman

Rabu, 07 November 2012

Berpikir Positif, Harus!

Hukum Tarik-Menarik (The Law of Attraction), mungkin sudah sering kita dengar bahkan sejak duduk di bangku SD. Jika kita ditanya, apa contoh aplikasi hukum tarik-menarik tersebut, untuk pertama kalinya mendengar pertanyaan tersebut, saya akan langsung teringat pada magnet. Pada dua buah magnet, akan berlaku hukum tarik-menarik jika kedua kutub yang berdekatan berbeda jenisnya, namun akan tolak-menolak jika kutubnya sama. Mungkin hampir serupa dengan contoh yang dulu pernah terpikir oleh saya, tetapi ternyata aplikasinya sangat luas dalam kehidupan kita.

Hukum tarik-menarik di sini merupakan hukum yang menyatakan bahwa, "Sesuatu akan menarik dirinya segala hal yang satu sifat dengannya"(1). Melalui hukum ini pulalah dapat dijelaskan mengapa seseorang cenderung senang berkumpul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama. Akan sulit bagi saya untuk menjelaskan hal-hal fundamental mengenai hukum ini. Menurut pemahaman saya, setelah membaca buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu, kita akan mendapatkan apa yang kita pikirkan, meskipun terkadang hal itu bukanlah yang kita inginkan. Kenapa demikian?

Pada dasarnya, segala sesuatu yang ada di alam ini terdiri atas quanta-quanta yang saling bergetar satu sama lain. Quanta merupakan bagian terkecil suatu benda. Begitu juga dengan manusia, terdiri atas sistem organ, lebih kecil lagi organ, kemudian jaringan, sel, organel, molekul, atom-atom, partikel, dan bagian terkecilnya disebut quanta. Quanta tersebut mengeluarkan energi vibrasi. Energi itulah yang menimbulkan sifat, baik yang tampak maupun tak tampak. Suatu mekanisme yang terjadi pada contoh kasus hukum tarik-menarik tadi adalah bahwa quanta dari tubuh kita mengeluarkan getaran setiap saat. Getaran yang timbul saat kita merasa sedih akan berbeda ketika kita merasa senang. Sementara quanta lain yang ada di sekitar kita, di alam ini juga mengeluarkan getaran dan akan terjadi interaksi antara getaran yang sama seperti semacam resonansi. Nah, ketika quanta dari perasaan kita mengeluarkan getaran kegembiraan, maka quanta alam yang memiliki getaran yang sama (kegembiraan) akan merespon getaran yang dikirim oleh quanta kita. Dengan kata lain ketika kita mengirimkan getaran kegembiraan, getaran kegembiraan yang ada di alam akan mengirimkan suatu "feed back" kepada kita. Alhasil kita akan mendapatkan kegembiraan yang mungkin sama sekali tidak kita duga. Begitu juga bila kita mengirimkan getaran kesedihan atau kekhawatiran, maka yang akan kita dapatkan dari alam adalah rasa kesedihan dan kekhawatiran pula.

Lebih mendalam lagi, kata-kata bersifat magnetis. Ucapan adalah doa, begitulah ungkapan yang pernah saya dengar dari orang tua saya. Sesuai mekanisme getaran quanta yang menyebabkan terjadinya hukum tarik-menarik tadi, kata-kata yang kita ucapkan juga akan "menarik" kondisi sesuai dengan apa yang kita ucapkan atau pikirkan. Maka dari itu, hindarilah mengeluh. Ketika mengeluh, Anda mengeluarkan getaran negatif ke alam semesta yang kemudian menarik hal-hal negatif ke dalam hidup Anda. Jadi sama-sama kita berkata, sama-sama kita berpikir, kenapa tidak kita pikirkan hal-hal yang positif, sehingga kita mendapatkan hal yang bersifat positif pula.

Sebuah anggapan yang mungkin sudah banyak mengakar dalam benak kita. Orang kaya yang makin kaya, orang miskin yang makin miskin. Kenapa bisa terjadi demikian? Orang kaya yang pikirannya dipenuhi oleh segala kekayaannya, terlebih lagi jika orang kaya itu orang yang ahli syukur maka secara otomatis, hukum tarik-menarik akan melanggengkan kekayaannya. Sementara orang yang miskin terjebak dalam pandangan hidupnya sendiri. "Ah, orang miskin seperti kita akan selamanya miskin," mungkin kita pernah bahkan sering mendengar keluhan seperi itu. Harusnya, setelah kita paham hukum tarik-menarik, kita menghindari berkata seperti itu, bahkan sekedar memikirkannya. Jika quanta kita mengirimkan getaran itu ke alam semesta, maka yang kita dapatkan adalah seperti yang kita pikirkan.

Maka, inilah kesempatan kita, titik tolak kita untuk bangkit membenahi diri. Bangkit dengan motivasi penuh, semangat penuh, dan optimisme penuh. Keyakinan bahwa kita "Bisa" itulah yang kita butuhkan saat ini. Tak perlulah larut dalam kesedihan akibat kegagalan atau kesialan yang kita alami. Mari kita menjadi pribadi yang positif agar kita juga mendapatkan yang positif yang kita inginkan.
Semoga bermanfaat.
(1) Quantum Ikhlas, karya Erbe Sentanu hal. 49

Pembuatan Lube Base Oil (2)

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian pertama, bahwa dalam pembuatan lube base oil dapat dilakukan dengan dua metode proses, yakni dengan metode separasi dan konversi. Kali ini saya ingin review sedikit mengenai proses pembuatan lube base oil konvensional dengan metode separasi.
Pada pemrosesan lube base oil feedstock dengan menggunakan metode separasi, secara umum terdapat 3 tahap proses separasi pada unit penghasil lube base oil, yakni Solvent Refining, Solvent Dewaxing, dan Finishing.

Solvent Refining
Solvent refining merupakan suatu proses pengolahan lube base oil feedstock (bahan baku minyak pelumas) dengan tujuan untuk mengatur Viscosity Index (VI) dan meningkatkan ketahanan lube base oil terhadap oksidasi. Proses yang terjadi adalah solvent extraction yang akan memisahkan komponen minyak yang memiliki VI rendah dan mudah teroksidasi dari komponen minyak yang memiliki VI tinggi dan lebih tahan terhadap oksidasi.

Pada awal perkembangan teknologi di bidang refining, solvent refining ini merupakan salah satu proses yang berkembang sangat pesat khususnya dalam aplikasinya untuk menghasilkan lube base oil dengan VI dan ketahanan terhadap oksidasi yang tinggi. Namun dengan semakin berkembangnya teknologi katalis, solvent refining ini semakin banyak ditinggalkan karena dengan metode konversi yang melibatkan peran katalisator dapat menghasilkan kualitas produk yang lebih baik (API group II dan III) sementara dengan metode separasi hanya mampu menghasilkan produk lube base oil API group I saja.


Gambar di atas menunjukkan beberapa jenis solvent dan struktur molekulnya yang banyak digunakan dalam solvent refining lube base oil. Ada pula proses Duo-Sol yang menggunakan campuran propane-phenol-cresylic acid.



 Pemilihan Solvent


Dalam memilih solvent yang akan digunakan dalam proses solvent refining tentunya harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.
  • Memiliki kelarutan yang tinggi terhadap komponen dengan senyawa aromatics VI rendah dan polyaromatics yang akan diekstrak dari bahan baku lube base oil.
  • Memiliki kelarutan yang rendah terhadap senyawa parafin dan naften yang memiliki VI yang tinggi dan harus terpisah dalam fase raffinate.
  • Memiliki ketahanan terhadap panas dan oksidasi yang baik, sehingga meminimalisasi losses dan terjadinya kontaminasi pada saat digunakan. Pada kasus penggunaan furfural, memang senyawa furfural rentan mengalami oksidasi apabila terpapar pada udara karena kandungan gugus fungsional aldehida-nya, namun sifat senyawa furfural yang lain sangat menunjang proses ekstraksi senyawa aromat dan polyaromat yang dilakukan terhadap bahan baku lube base oil.
  • Memiliki perbedaan densitas yang signifikan antara solvent dan rafinat untuk mengoptimalkan pemisahan antara kedua fase tersebut.
  • Viskositas solvent yang rendah dapat membantu pemisahan fase.
  • Titik lebur solvent yang rendah menjaga solvent agar tidak membeku pada musim dingin.
  • Titik didih solvent yang rendah dapat mengurangi kebutuhan energi dan meningkatkan keberhasilan pemisahan solvent dari senyawa rafinat maupun ekstrak.
  • Tidak beracun dan tidak korosif.
  • Murah.


Mekanisme Solvent Extraction
Proses pemisahan yang terjadi dalam proses ekstraksi berlangsung berdasarkan kelarutan solvent. Senyawa komponen umpan unit ekstraksi yang memiliki kelarutan lebih tinggi terhadap solvent akan larut ke dalam solvent dalam fase ekstrak. Sedangkan komponen umpan yang kelarutannya lebih rendah akan terpisah dalam fase rafinat. Proses kontak antara minyak umpan dengan solvent terjadi pada suatu kolom ekstraktor atau disebut juga Rotating Disc Contactor Column (RDC). Hal ini karena pada beberapa unit ekstraksi digunakan ekstraktor yang memiliki struktur discs yang tersusun dalam sebuah rotor yang digerakkan oleh suatu motor dan struktur stator ring yang terkait pada dinding kolom. Keberadaan struktur RDC dalam kolom ekstraktor tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan waktu kontak sehingga meningkatkan transfer massa yang terjadi selama proses berlangsung. Selain menggunakan RDC, ada pula kolom ekstraktor yang menggunakan sturktur packing maupun baffles.


Terjadinya pemisahan fase ekstrak dan rafinat pada proses ekstraksi terjadi karena adanya peningkatan berat molekul pada fase ekstrak. Hal ini disebabkan oleh larutnya senyawa aromatics dan polyaromatics ke dalam solvent. Viskositas rafinat yang telah terpisah dari komponen aromatics dan polyaromatics tidak mengalami perubahan viskositas yang signifikan sesuai yang diharapkan dalam spesifikasi lube base oil. Untuk perhitungan terkait proses ekstraksi ini insyaallah akan saya review pada kesempatan yang akan datang. Perubahan properties dari fase rafinat dan ekstrak dapat dilihat pada grafik berikut ini.




Typical Simplified Process Flow Diagram for Solvent Extraction Unit


Variabel Proses
Kualitas produk lube base oil yang dihasilkan dari suatu unit solvent extraction ditentukan oleh beberapa variabel proses utama sebagai berikut.

Temperatur Kontak
Temperatur memiliki korelasi positif terhadap kelarutan solvent. Semakin tinggi temperatur, maka kelarutan senyawa aromatics maupun polyaromatics terhadap solvent akan meningkat. Namun di sisi lain hal ini menyebabkan turunnya yield rafinat. Oleh karena itu, pada unit solvent extraction, temperatur operasi dicari pada kondisi optimal yang dibatasi oleh parameter VI dan RI produk serta persen yield. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak kandungan senyawa aromatics maupun polyaromatics yang diekstrak sehingga VI meningkat, RI menurun, namun persen yield juga menurun. Begitu pula sebaliknya.

Solvent to Oil Ratio
Rasio antara solvent dan minyak umpan juga sangat mempengaruhi proses ekstraksi yang terjadi dalam kolom ekstraktor. Selain dengan pertimbangan biaya, meningkatkan rasio solvent terhadap minyak umpan dibatasi dengan kebutuhan yield yang diharapkan. Meskipun secara kualitas, meningkatkan rasio solvent terhadap minyak umpan dapat meningkatkan kelarutan senyawa aromatics dan polyaromatics terhadap solvent sehingga semakin banyak senyawa aromatics dan polyaromatics yang terekstrak dan VI rafinat akan semakin tinggi.

Charge Rate
Laju alir umpan solvent extraction ini juga menjadi penentu proses ekstraksi yang terjadi. Laju alir umpan ini berhubungan dengan waktu kontak antara minyak umpan dengan solvent yang sangat menentukan kualitas proses ekstraksi yang terjadi. Semakin rendah laju alir umpan maka semakin lama waktu kontak yang terjadi antara minyak umpan dengan solvent sehingga proses pemisahan dapat semakin optimal namun konsekuensinya yield produk juga rendah. Begitu pula sebaliknya.

Feed and Products
Berikut ini adalah contoh hasil ekstraksi dari suatu minyak umpan dengan dua solvent yang berbeda.



Umpan unit solvent extraction pada umumnya adalah long residue (bottom product CDU) ataupun hasil distilasi vakum dari long residue. Produk dari unit solvent extraction ini berupa rafinat yang akan diolah pada proses berikutnya, dan ekstrak yang terdiri atas senyawa aromatics dan polyaromatics, biasa digunakan sebagai solvent industri pengolahan karet.

Proses Solvent Dewaxing dan Finishing

Referensi:
Lynch, Thomas R., 2007, Process Chemistry of Lubricant Base Stocks, Boca Raton: CRC Press
KKW AKA I: RU IV's FEU Process Overview
Beberapa Catatan Kuliah AKAMIGAS-STEM


Minggu, 04 November 2012

Fixed Bed Reactor: Basic Design Consideration (Part 1)


Fixed Bed Reactor merupakan suatu reaktor yang mana katalis berdiam di dalam reactor bed. Di dalam reaktor, katalis ditopang oleh suatu struktur catalyst support berupa perforated tray dengan tambahan lapisan inert semacam ceramic balls dengan diameter bervariasi sesuai dengan ukuran partikel katalis baik di sisi terbawah maupun di lapisan teratas bed katalisator.

Secara spesifik, fixed bed reactor yang ada di unit pengolahan minyak bumi dirancang oleh vendor berdasarkan kebutuhan proses. Struktur internal reaktor pun berbeda dari vendor satu dengan lainnya. Karena sifatnya yang sangat spesifik, perancangan reaktor itu sendiri biasanya juga terkait dengan lisensor prosesnya, misalnya perancangan fixed bed reactor untuk Unicracking akan berbeda dengan perancangan fixed bed reactor untuk MSDW Lube Catalytic Dewaxing. Hal ini terkait dengan kebutuhan proses, terutama terkait dengan kebutuhan katalis yang sangat spesifik tergantung pada vendornya masing-masing. Meskipun demikian, secara umum bagian-bagian internal reaktor tetap sama, hanya saja tiap lisensor proses maupun vendor reaktor tersebut memiliki typical design masing-masing yang diharapkan mampu mengoptimalkan fungsi dari reaktor tersebut.

Bagian utama dari sebuah fixed bed reactor adalah reactor vessel, reactor internals, katalisator, inert dan graded katalisator. Reactor vessel merupakan bagian yang menyediakan tempat bagi katalis dan tempat berlangsungnya kontak antara minyak umpan dan katalis yang kemudian terjadi reaksi. Reactor vessel dirancang dengan dasar perancangan pressure vessel  (ASME BPVC Section VIII Division 2). Kunci dari perancangan reactor vessel ini adalah pemilihan material, allowable working pressure, dimensi dan ketebalan dinding vessel.

Perancangan Reactor Vessel
Pemilihan material untuk reactor vessel harus memperhatikan sistem reaksi yang terjadi di dalam reaktor. Apabila di dalamnya terdapat penggunaan gas hidrogen, maka harus diperhatikan risiko terjadinya hydrogen attack. Keberadaan gas hidrogen di dalam suatu sistem peralatan menimbulkan potensi terjadinya penetrasi gas hidrogen ke dalam struktur carbon steel. Kemudian gas hidrogen bereaksi dengan karbon membentuk metana. Tekanan yang dihasilkan karena reaksi tersebut akan menyebabkan berkurangnya ductility (hydrogen embrittlement) dan kerusakan karena retak atau pun rapuhnya material baja. Berkurangnya kandungan karbon akibat adanya reaksi dengan gas hidrogen akan menurunkan kekuatan material baja tersebut. Oleh karena itu, untuk material reactor vessel yang memerlukan spesifikasi khusus karena melibatkan gas hidrogen di dalam reaksinya perlu memperhatikan grafik Nelson API RP 941 supaya pemilihan material dapat mengakomodasi kebutuhan reaksi. Dengan grafik tersebut, berdasarkan tekanan parsial hidrogen dan temperatur operasi dapat diperoleh kandungan material (Cr – Mo) yang paling sesuai dengan reaktor yang akan dibuat. Untuk material lain, misalnya untuk menangani minyak yang korosif dapat dilihat dalam ASME Section II Material Code.
Allowable working pressure juga memiliki peranan penting dalam menentukan perancangan reactor vessel. Hal ini terkait dengan perhitungan ketebalan yang dibutuhkan untuk reactor vessel tersebut. Allowable working pressure merupakan tekanan tertinggi yang diizinkan dan yang seharusnya dapat diakomodasi oleh reactor vessel. Dalam perancangan, tekanan maksimal yang diizinkan merupakan 120% dari tekanan operasi maksimal. Hal ini sebagai safety factor dan berlaku untuk semua aspek perancangan peralatan. Sedangkan untuk temperatur desain ditentukan dengan maksimal temperatur operasi yang diizinkan ditambah 50o (baik dalam satuan Celcius maupun Fahrenheit). (Howard F. Rase, 1957)
Tahap selanjutnya yang tak kalah pentingnya adalah menentukan dimensi dan ketebalan reactor vessel. Dimensi reaktor (diameter dan tinggi) ditentukan berdasarkan kebutuhan volume bed yang nantinya ditambah dengan reactor internals lainnya seperti quench zone dan feed distributor. Sedangkan untuk ketebalan dinding reactor vessel ditentukan dengan banyak faktor perhitungan. Untuk perhitungan utamanya menggunakan rumus pada ASME BPVC Section VIII Division 2 seperti halnya pressure vessel lainnya. Kemudian dilakukan perbandingan hasil perhitungan ketebalan berdasarkan internal pressure tersebut dengan hasil perhitungan ketebalan berdasarkan windload dan dead weight. Ketebalan yang lebih besar itulah yang digunakan. Perhitungan ketebalan windload dan dead weight sangat perlu dilakukan guna meyakinkan apakah reactor vessel yang dirancang mampu menahan posisi dan struktur di dalamnya karena adanya terpaan angin dan beratnya beban reactor vessel tersebut.

Pemilihan Katalisator
Katalisator merupakan salah satu hal vital dalam sistem reaksi di dalam reaktor. Pasalnya, pada perancangan reaktor semua variabel proses ditentukan oleh physical properties dan kebutuhan reaksi dari katalisator. Misalnya batasan pressure drop untuk reaksi maupun regenerasi tidak boleh melebihi crushing strength dari partikel katalisator. Begitu halnya dengan temperatur. Temperatur dibatasi dengan melting point komponen penyusun katalisator. Selain itu temperatur sistem reaktor yang eksotermis misalnya, akan sangat rentan terjadi overheating pada reactor vessel. Oleh karena itu, pemilihan material reactor vessel, penentuan sistem distribusi panas, ukuran diameter dan tinggi bed katalisator akan memerlukan perhatian khusus dalam perancangannya. Begitu pula dengan instrumentasi yang dibutuhkan terutama thermocouple (temperature sensor element). Baik jumlah maupun konfigurasinya dalam sistem axial maupun radial akan sangat menunjang monitoring ketat distribusi panas di dalam bed katalisator agar tidak terjadi runaway.

Perbedaan physical properties, aktivitas, selektivitas, dan stabilitas dari tiap-tiap katalisator akan membutuhkan sistem kondisi operasi yang berbeda. Misalkan untuk katalisator Catalytic Dewaxing Process berikut ini.


Untuk jenis katalis komersial biasanya jarang di-publish secara umum, baik itu spesifikasi maupun kondisi operasi tipikalnya. Hal ini terkait dengan data katalisator yang merupakan propriatery atau patent dari tiap-tiap vendor. Berikut ini ada beberapa contoh jenis katalisator beserta vendornya yang sudah diinventarisasi oleh Oil and Gas Journal.




[leave a comment for the complete catalysts compilation data]

Reactor Internals
Selain reactor vessel, struktur internal reaktor juga sangat menunjang optimalnya kinerja dari sistem reaksi yang terjadi di dalam reaktor tersebut. Beberapa kata kunci seperti distribusi umpan, distribusi panas, fouling, distribusi lapisan katalisator, dan juga temperatur reaksi merupakan beberapa hal yang mewakili peran dari struktur internal reaktor tersebut. Secara umum struktur internal terdiri atas feed distributor, distribution tray, scale basket, quench distributor, collector ring, inert and catalyst graded. Klik link berikut untuk melihat reactor internals 3D model.

  • Feed Distributor

Feed distributor merupakan struktur internal yang terletak di bagian inlet reaktor. Feed distributor ini berupa struktur yang memiliki baffle dan deflector yang memungkinkan umpan masuk ke dalam reaktor didistribusikan secara merata ke dalam bed katalisator. Distribusi umpan ini merupakan kunci dari sitem reaksi di dalam bed katalisator. Dengan meratanya distribusi umpan, maka distribusi panas di dalam bed juga akan merata dan reaksi dapat berlangsung dengan optimal. Salah satu dampak negatif dari tidak meratanya distribusi umpan adalah akan terjadi hotspot pada titik tertentu pada bed katalisator yang lama-kelamaan akan terjadi channeling dan hal ini akan mempengaruhi lifetime dari katalisator.
  • Distribution Tray

Distribution tray pada intinya melanjutkan tugas dari feed distributor yakni memeratakan distribusi umpan ke dalam bed katalisator. Distribution tray ini berada pada bagian teratas dari bed katalisator pertama di dalam reaktor. Distribution tray berupa tray dengan struktur slotted-chimneys dan/atau bubble cap tray yang memungkinkan terjadinya kontak antara fase vapor dan liquid. Melalui kontak ini, akan terjadi transfer massa dan transfer panas dan pada akhirnya vapor dan liquid dari umpan dapat didistribusikan secara merata ke dalam bed katalisator.
  • Scale Basket

Scake basket merupakan struktur semacam mesh strainer yang disusun pada layer pertama bed katalisator dengan konfigurasi tertentu. Pemasangan scale basket ini merupakan salah satu upaya guna mengurangi terjadinya fouling pada bed katalisator sehingga pressure drop bed katalisator dapat terjaga.
  • Quench Distributor

Quench distributor merupakan suatu struktur yang dipasang di antara dua bed katalisator. Quench distributor dipasang pada reaktor dengan sistem reaksi eksotermis. Fungsinya adalah untuk me-maintain temperatur outlet bed sebelum memasuki bed katalisator berikutnya. Pasalnya, temperatur outlet bed akan selalu lebih tinggi dari inletnya karena sistem reaksinya eksotermis. Apabila temperatur outlet bed pertama sudah tinggi, maka setelah melalui bed kedua temperatur akan naik lagi. Jika kondisi ini tidak diatur, maka potensi terjadinya runaway akan lebih besar. Oleh karena itu, dibuatlah struktur quench distributor yang akan mendistribusikan quench gas pada effluent bed pertama guna menurunkan (menjaga) temperatur sebelum memasuki bed berikutnya.
Struktur quench distributor secara umum antara lain quench pipe sebagai transfer line quench gas (misalnya hydrogen) ke dalam reaktor (quench zone). Pada beberapa desain tipikal quench distributor, terdapat pula suatu struktur yang mendistribusikan quench gas berupa silinder tertutup dengan beberapa lubang di sisinya disebut quench sparger. Kemudian mixing table yang merupakan tempat terjadinya percampuran antara quench gas dan effluent bed pertama. Dan struktur paling bawah adalah distribution tray. Struktur distribution tray pada quench zone ini hampir sama dengan struktur distribution tray pada lapisan teratas bed pertama. Tujuan utamanya pun sama, suapaya terjadi heat transfer sehingga temperatur effluent bed pertama dapat diatur sesuai kebutuhan sebelum memasuki bed berikutnya.
  • Inert and Catalyst Graded

Pada bed katalisator, inert balls diletakkan di bagian atas dan bawah katalisator. Di bagian atas katalisator, inert balls berfungsi meredam energi tumbukan dari aliran umpan guna menjaga distribusi katalisator di dalam bed katalisator. Di bagian bawah bed katalisator, inert balls berfungsi sebagai support untuk menopang katalisator dan juga menjaga agar katalisator tidak ikut mengalir keluar bed katalisator bersama aliran umpan.
Graded katalisator merupakan partikel-partikel yang ditambahkan di atas ataupun di bawah katalisator di dalam bed katalisator yang memiliki fungsi-fungsi tertentu sesuai komposisinya. Fungsi graded katalisator antara lain sebagai treatment awal, menahan deposit, menyerap logam, dan lain-lain. Beberapa jenis graded katalisator ditambahkan ke dalam bed katalisator guna mengoptimalkan aktivitas katalisator.
Pemilihan graded katalisator dilakukan berdasarkan karakteristik katalisator utama di masing-masing reaktor. Karakteristik katalisator akan mempengaruhi proses reaksi yang berlangsung pada tiap-tiap bed katalisator. Dengan pemilihan graded katalisator yang tepat diharapkan reaksi yang berlangsung dapat terjadi secara optimal dan menghasilkan produk sesuai yang diharapkan.
  • Collector Ring

Collector ring merupakan perlengkapan internal reaktor yang mencegah katalisator mengalir keluar reaktor. Collector ring ini dipasang pada bagian bawah reaktor. Jumlah area terbuka di dalam collector ring harus lebih besar dari lima kali luas area outlet nozzle sehingga rentang penurunan aliran tidak menimbulkan pressure drop yang berlebihan.

Pada akhir perancangan fixed bed reactor, perlu dievaluasi pressure drop per bed maupun total reaktor. Hal ini sangat menentukan kebutuhan tekanan operasi terkait dengan rotating equipment yang dibutuhkan. Perhitungan pressure drop tidak hanya dihitung berdasarkan pressure drop yang ditimbulkan oleh partikel katalisator, inert, dan graded katalisator saja tetapi juga dengan adanya struktur internal reaktor seperti inlet diffuser, quench distributor, dan collector ring. Hal ini karena keberadaan struktur internal reaktor tersebut juga berkontribusi terhadap pressure drop yang terjadi di dalam reaktor. Pada akhirnya, maksimum pressure drop dapat ditentukan berdasarkan pressure drop total (dalam kondisi katalis bersih) ditambah fouling factor sesuai rekomendasi dari process licensor. Itulah yang menjadi dasar bagi perancangan rotating equipments penunjang reactor section tersebut.


Referensi:
Farr, James R. Et al., 2001, “Guidebook for Design of ASME Section VIII Pressure Vessel Second Edition”, The American Society of Mechanical Engineer, New York.
Rase, Howard F and M. H Barrow, 1957, Project Engineering of Process Plant, John Wiley and Son, New York.
Harriott, Peter, 2003, “Chemical reactor Design”, Marcell Dekker, New York.
Dan beberapa catatan kuliah AKA IV.



 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management